Satrio akui, kemarin itu hampir saja tidak kontrol. Aku ceroboh, pikir Satrio.
Perasaan panik telah membutakan Satrio yang curiga dengan gelagat Danil yang tidak biasanya pamit pergi dengan tergesa-gesa.
Lalu Satrio perintahkan Roni untuk membuntuti Danil. Dan dugaannya terbukti. Lalu tanpa pikir panjang Satrio menyusul Danil.
Keributan di rumah Tina hampir saja merugikan Satrio. Apapun alasannya bikin ribut di rumah orang lain bahkan sampai mengundang kehadiran para tetangga Tina adalah salah.
Tok, tok, tok …
Satrio tergugah dari lamunannya mendengar pintu diketuk.
"Masuk," sahut Satrio.
Pintu dibuka dan Marbun yang datang.
"Selamat pagi, Pak." Sapa Marbun. Di tangan Marbun ada memegang sebuah map yang cukup tebal.
Satrio meletakan laporan keuangan yang sedari tadi dipegang saja. Dia meletakan laporan itu di atas meja lalu mengambil cangkir kopi. Air kopinya masih mengepulkan asap putih.
"Marbun, sudah ngopi belum?" Tanya Satrio. "Nih, saya ada yang ngasih kopi Lampung. Asli dikirim dari lampung."
Srpuut …
Satrio minum kopinya pelan-pelan.
"Kopi Lampung?" Sahut Marbun. "Wah barusan saya ngopi, tapi kalo kopinya asli dari lampung, saya mau."
"Ambil saja, tuh di bufet," suruh Satrio. "Orang yang ngirimnya banyak. Nggak akan habis sebulan."
Sebelum pergi mengambil kopi, Marbun menyodorkan sebuah map.
"Pak, ini sertifikat dari NKK World." Ujar Marbun. "Sekarang 4 kapal tanker kita sudah atas nama Bapak."
Cangkir kopi yang dipegang Satrio, diletakan dulu di atas meja. Lalu Satrio menerima map itu sambil tersenyum puas.
Sertifikat dari NKK World adalah dokumen semacam balik nama pada kendaraan yang diterbitkan oleh Samsat.
Satrio membuka map dan membaca sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga Registrasi internasional.
Namun Satrio menjadi tertegun manakala ujung jarinya menyusur nomor registrasi kapalnya! NKK 591, NKK 592, NKK 593 dan NKK 594. Semua dua nomor awal adalah 59!
Teng, teng, temg …!
Sontak alarm biologis pada diri Satrio berbunyi! Dan Satrio menjadi waspada membaca kombinasi angka 59 itu.
"Ada apa, Pak?" Tanya Marbun yang merasa heran melihat Satrio tiba-tiba mematung.
Seketika itu pula Satrio ingat masih berpijak pada kedua kakinya.
"Oh nggak," ujar Satrio yang sudah pulih dari melamun. "Simpan ini baik-baik."
Satrio menaruh sertifikat itu di atas meja lalu mengambil duduk di kursi tempatnya.
"Iya Pak," sahut Marbun sambil menyendok kopi dan gula.
Lalu Marbun menyeduh air panas dari dispenser.
Marbun menghirup kopi dengan nikmat.
Setelah itu dia ambil kembali sertifikat itu lalu pamit ke Satrio.
"Saya lanjutkan kerjaan, Pak."
Satrio mengangguk.
Sepeninggalan Marbun, Satrio tetap duduk di belakang meja dan menatap lurus ke depan.
Saatnya sudah tiba, pikir Satrio.
Sekarang perasaannya menjadi tegang.