Bangun tidur seperti biasa, mandi, lalu sarapan. Dengan memegang teguh pendiriannya untuk tetap menjadi pengecut bukanlah hal yang mudah. Everything will gonna be alright. Time will heal this. Tapi rasanya, Resya sangsi dengan dua quotes andalannya selama ini. Waktu tak bisa membuat dirinya menjadi lebih baik. Semuanya tidak baik-baik saja.
Resya tidak baik-baik saja.
Namun setidaknya, keputusannya ini sepertinya berjalan lancar. Papa dan Mamanya tidak menaruh curiga ketika dia pulang telat tadi malam. Sarapan hari ini berjalan seperti biasa. Papa mengajaknya mengobrol seputar sekolah, Mama yang mengoleskan selai kacang kesukaannya di atas roti, serta tawa Resya yang bedanya dia paksakan sekuat tenaga hari ini, mengalir sedemikian rupa seperti pagi-pagi sebelumnya. Semua harus seperti biasa, setidaknya untuk saat ini.
"Oh iya sayang, kamu ingat kan sekarang hari apa?" ujar Mama Resya saat meletakkan roti di atas piringnya.
Resya mengulas senyum, "Ingat dong, Ma! Masa Resya lupa, hehehe."
Papa nya meletakkan koran yang dia baca tadi. "Kamu mau sweet seventeen dimana sayang?"
Kalau kejadian kemarin tidak ada, mungkin hari ini akan menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Resya. Impiannya untuk menggelar pesta sweet seventeen di salah satu hotel yang sedang viral sekarang sudah ada di dalam list nya. Bahkan jauh-jauh hari, Resya sudah bertanya-tanya tentang event organizer yang dipakai Anette dalam pesta sweet seventeen nya beberapa bulan lalu.
Masih berusaha bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa, Resya menjawab pertanyaan Papa nya dengan gelengan. "Kayaknya aku gak usah ngadain pesta sweet seventeen deh, Pa, Ma. Terlalu mainstream kan ya?" elak Resya. Padahal dalam hatinya dia ingin setengah mati mengadakan pesta itu, namun dengan perasaan yang campur aduk seperti ini man mungkin dia bisa berhaha-hihi di acara semacam itu?
Seolah mendapat ide, Resya menarik lengan baju Mama nya. "Pesta ulang tahunku dirayain di panti asuhan yayasan Mama saja gimana? Sudah lama juga aku nggak kesana," ujar Resya. Barangkali bermain dengan anak-anak disana bisa mengalihkan atensinya karena masalah kemarin.
Tentu saja saran Resya membuat dua orang di depannya tertegun. Namun tak lama, Mamanya malah memeluk Resya erat. "Wah, kamu tambah dewasa ya sayang. Happy birthday ya, Mama sayang kamu."
Haha. Aku juga sayang Mama. Resya pun membalas pelukan Mama sama kencangnya. Sekilas, dia melirik ke arah Papa nya. Cara Papa nya menatap mereka entah mengapa membuat pikirannya melayang kemana-mana. Pria di depannya ini memandang mereka dengan tatapan sedih, padahal ini hari ulang tahun anaknya. Setidaknya begitu menurut Resya. Namun, dia bisa memakluminya. Toh, mereka memang ada masalah yang harus diselesaikan. Dan salah satu caranya adalah menjelaskan kepada Resya.
Tidak. Lebih baik aku nggak tahu dari mulut mereka untuk selamanya. Aku nggak mau mereka pisah.
Resya membulatkan tekad. Apapun yang terjadi, mereka semua harus tetap menjadi keluarga utuh, setidaknya hingga Resya sudah bisa berdiri sendiri dengan kemampuannya. Egois? Terserah dunia mau bilang apa, Resya sudah tak peduli.
***
Ucapan ulang tahun senantiasa terucap dari mulut teman-temannya. Bahkan beberapa dari mereka menanyakan kapan dan dimana Resya akan menggelas pesta ulang tahunnya. Dengan gelengan pelan serta senyuman, Resya menjelaskan kalau dia akan merayakannya di panti asuhan yang berada di bawah yayasan yang didirikan Mama nya.
Ada raut kecewa yang terpancar dari mereka. Namun tanpa diduga, Kirana justru mengulas senyum ke arah Resya, seolah mendukung apa yang akan perempuan itu lakukan. Berkat itu, pikiran Resya menjadi lebih ringan.
"Kayaknya seru ya, Sya, kalau kamu ngerayain ulang tahun di panti. Aku, boleh ikutan ga?" ujar Kirana saat mereka sedang makan siang di kantin. Akhir-akhir ini, Resya sering makan siang bersama Kirana. Citra yang awalnya tidak terlalu akrab dengan Kirana pun akhirnya bisa berbaur dengannya.
"Out of the box sih, Sya ulang tahun kamu kali ini. Kayak bukan Resya saja," sahut Citra sambil menyedot es jeruknya. "Siapa saja yang kamu undang ke sana?"
"Hmm.." Resya mengetuk-ketuk dahinya dengan telunjuk. "Aku sih maunya sama kalian saja, gimana? Teman-teman lain pasti males gak sih kalau aku ajak ke panti?"
Dua perempuan itu mengangguk semangat. "Eh, Sya, aku boleh ajak adikku nggak? Biar bisa main sama anak-anak panti," tanya Kirana.
Resya mengangguk. "Boleh, nanti kapan dan dimana lokasi pantinya aku share di whatsapp saja ya."
"OK!"
***
Pulang sekolah, Resya memilih untuk pulang sendiri. Kebetulan Papanya masih ada urusan kantor sehingga tidak bisa menjemputnya. Resya lalu memesan ojek online lewat ponselnya, tak lama, sepeda motor beat warna biru yang merupakan ojek pesanan Resya datang.
Langit sore ini sangat gelap. Sepertinya beberapa saat lagi hujan akan turun. Sedikit berteriak, Resya meminta bapak ojeknya untuk melaju lebih cepat agar dia tidak kehujanan ketika sampai rumah. Namun, nasib berkata lain. Belum sampai di rumah, hujan mulai turun. Resya anti sekali dengan yang namanya kehujanan, sebab dia mudah sakit. Akhirnya dia meminta bapak ojek untuk menepi dan menurunkannya di sana.
"Neng, nggak mau di trabas saja ini hujannya? Saya ada mantel kelelawar, cukup lah kalau buat berlindung dari hujan," usul bapak ojeknya.
Resya menggeleng, lalu mengeluarkan uang dari tas nya. "Nggak usah pak, di depan sudah pintu kompleks perumahan saya. Nanti saya jalan saja kalau sudah reda, makasih pak," ujar Resya sambil menunjuk gapura bertuliskan nama perumahannya.
Bapak itu mengangguk, lalu menyalakan motornya dan pergi meninggalkan Resya yang berdiri di depan emperan toko. Melihat sekitar, diapun menyadari bahwa dia sekarang sedang berdiri di kafe Bulan Rindu.
Aroma kopi yang kuat langsung menyerbu indra penciuman Resya. Seperti biasa, dia memesan latte dan menunggu pesanannya di kursi dekat jendela. Melihat di luar jendela, dia bisa melihat tetes-tetes hujan yang mengalir pelan di kaca. Dia mengetuk-ketuk kaca seolah menekan bulir-bulir air yang menempel. Tak lama, pesanannya datang. Resya menghentikan kegiatannya itu.