“Serius deh gue nanya ya Si, siapa yang bikinin lo bekel?”
Ya, Tesa sejak tadi sudah membombardir pivasiku dengan menayakan hal yang sama. Siapa orang yang bersedia membuatkan sarapan untuknya.
Sebelumnya, biar aku persingkat. Tesa adalah manager yang di berikan oleh penerbit untukku, dia manager penghubung antara aku dengan penerbit.
Umurnya tidak jauh denganku hanya terpaut 2 tahun, jadi lebih kepada kakak daripada manager.
Setidaknya aku nyaman berada dekat dengannya.
“Ini lo posting apa lagi, kenapa gak di tag orangnya biar gue liat juga?”
“Nanti kalau gue tag orang-orang bisa tahu siapa yang buatin gue bekel.”
“Emang orang terkenal? Kalau ketahuan bisa jadi skandal?”
Aku terdiam sebentar, aku baru sadar, pada dasarnya Pamungkas adalah orang terkenal, jika orang tahu bahwa mereka dekat mungkin akan jadi skandal. Apa seharusnya aku hapus saja foto ini.
Ting~!
Nofikasi berbunyi dan ternyata dia menyukai foto itu. Berarti aku tidak perlu menghapusnya kan? Syukurlah kalau dia tidak terbeban.
“Mba, minggu ini gak bisa balik lebih cepet apa?”
“Ah, gue belum bilang ya? Rabu malem kita udah balik kok. Kalau gak delay kita bisa landing jam 7 atau 8. Kenapa?”
“Serius? Beneran?”
Tesa mengangguk, dia mengiyakan hal tersebut. “Beneran.”
Berarti, jika aku pulang lebih cepat itu artinya aku akan lebih cepat bertemu dengannya. Aku tahu dia masih menjaga jarak denganku, aku tahu dia tidak akan membuka hati, walau...
“Mau siapa yang duluan dua-duanya sama-sama jatoh.”
Kata-kata itu terus berputar di kepalaku, seperti rekaman kusut. Well, apa yang dia bilang benar adanya, mau siapapun yang jatuh duluan, intinya dua-duanya sama-sama jatuh.
Dua-duanya sama-sama tahu hal itu sedang terjadi.
“Nah, nah, nah, kan, muka lo ya.”
Ucapan Tesa membawaku kembali ke dunia nyata. “Muka? Muka gue kenapa?”
“Muka orang lagi jatuh cinta.”
“Sejak kapan gue jatuh cinta?”
“Liat muka sendiri mendingan ya Daisy sayang, terpampang jelas di muka lo tuh.”
“Terserah lo dah.”
“Daisy,” suara Tesa berubah dia sedang serius. “Gue gak sempet liat daftar pertanyaan, jangan emosi di atas panggung ya?” itu terdengar seperti permohonan daripada pemberitahuan.
Aku menepuk pundaknya dan tersenyum. “Tenang, mood gue lagi bagus hari ini.”
“Yuk, kita panggilkan bintang tamu hari ini, Daisy Ansara Saka.”
Naik ke atas panggung sebenarnya bukanlah hal yang terlalu aku sukai, bagiku, orang membaca karyaku itu sudah cukup. Tapi aku melakukan ini demi lebih banyak orang yang membacanya.
Mungkin ini adalah impian penulis lain, melakukan tur, memperkenalkan bukunya dan melihat berapa banyak orang yang menyukai karyaku.