Did I Fall In Love?

Ang.Rose
Chapter #8

A chance. Slightly.

‘It was a deep talk last night.’

Pamungkas beberapa kali menghela nafasnya. Banyak hal yang di pikirkan sekarang dan itu bukan hanya tentang betapa dia rela melakukan apapun untuk orang lain.

Bahkan dia bukan orang yang rela untuk melakukan apapun untuk orang lain meskipun itu keluarganya.

‘But that’s not the right answer. She loves Leon that much so she doesn’t want Leon to die in vain.’

Kata-kata itu membuat Pamungkas sedikit bertanya tentang Daisy. Apa yang pernah dia lewati hingga dia begitu pesimis dengan sebuah hubungan, tapi hal ini juga bukan berarti bahwa dia mau menjalin sebuah hubungan.

‘Tapi setidaknya kita punya pilihan untuk memilih masa depan apa yang mau kita jalanin.’

Setidaknya Pamungkas tahu betul, bahwa dia tidak punya hak itu, memilih masa depan yang dia inginkan.

Menjadi koki merupakan cita-citanya, tapi ketika dia mencoba untuk bekerja dengan kemampuannya sendiri, nyatanya keluarganya selalu berada di balik sedikit kesuksesan yang dia pikir itu adalah hasil dari kerja kerasnya.

Atau ketika dia memiliki pasangan, mereka hanya orang yang rela berlutut demi mendapatkan sedikit lebih banyak uang dari keluarganya.

Kalaupun, kalaupun dia dan Daisy akhirnya bisa bersama, rasa-rasanya dia sudah bisa melihat masa depan itu, dimana mungkin dia tidak akan bisa memiliki ending yang bahagia.

So when I said I wanna write that, is because I think I know how to fall in love with someone.’

Pamungkas tahu, itu hanya kata-kata belaka, untuk melihat bagaimana reaksinya, apa yang akan dia katakan ketika dia mendengar perempuan mengatakan itu padanya.

Tapi kata how membuat Pamungkas bertanya, Daisy memang belum pernah jatuh cinta, atau memang dia memilih untuk tidak jatuh cinta.

Hal itu juga yang membuatnya bertanya apa dia akan mengikuti permainan yang dilakukan oleh Daisy, membantunya jatuh cinta dan merasakan hal itu.

Manis dan pahitnya dunia percintaan.

“Morning,” sapa Pamungkas hari itu.

“Oy, Pam,” sapa Julian.

“Pam, can I have a word?” ucap Rein ketika dia keluar dari ruang staff.

Pamungkas mengikut Rein dari belakang entah apa yang terjadi tapi kemungkinan dia masih tentang kemarin. Pamungkas hanya ini satu hal, lari selama yang dia bisa, sebelum akhirnya dia kembali ke kenyataan.

“Ada apa?” tanya Pamungkas.

Rein memberikan ponselnya. Itu hanya sebuah foto dimana seorang perempuan memakai mantel panjang hitam dengan turtle neck putih, dan rok warna hitam dia sepatu dockmart tinggi, tidak lupa kalung emas dengan inisial huruf J.

Rambutnya yang panjang sampai menyentuh punggungnya tergerai, wajahnya juga tidak banyak berubah sejak 5 tahun lalu terakhir mereka bertemu, ketika mereka tidak sengaja bertemu.

“Do you know she’s here?”

Pamungkas merasa badannya kaku, detak jantungnya berdegup kencang, darahnya seakan mendidih dan mengalir dengan deras, seraya keringat yang mulai bermunculan.

Dia tidak tahu bahwa orang ini kembali datang mengusik hidupnya, tapi satu hal yang Pamungkas tahu, dia hanya ingin berusaha untuk lari lebih lama.

“Where’s she come from?”

“My friend look her at LAX, but he was so sure that she flew to Indonesia.”

“Kapan?”

“Tengah malam waktu Indonesia.”

“Shit… ”

“Gimana? Lo yakin dia bakal pulang dengan mudah setelah ini?”

Lihat selengkapnya