Died In The Secret Room

Adine Indriani
Chapter #1

#prolog

Suasana pengadilan yang cukup ramai di mana semua orang ingin menyaksikan jalannya persidangan hari ini. Belum dimulai pun kepala Sang Terdakwa sudah terasa mau pecah, sulit bernapas, paru-parunya terhimpit merasa sesak, duduk di antara orang-orang yang menelanjanginya dengan tatapan kebencian. Semuanya seolah-olah sudah menyimpulkan jika dialah yang telah membunuhnya.

Seorang Jaksa Penuntut yang bernama Bas Arief dengan jubah kebesarannya yang berwarna hitam sedang membacakan tuntutan awal terhadap anak konglomerat yang bernama Robbie Winarta. Tuduhan serius yang dilayangkan kepadanya di pesta pernikahan adik kandungnya yang seharusnya berlangsung meriah. Namun, kemeriahan itu terhenti ketika serbuan pasukan kepolisian yang menangkap terdakwa di pesta itu.

“Dari bukti-bukti yang penyelidik temukan di TKP, berupa dua alat bukti yaitu tongkat pemukul golf dengan sidik jari terdakwa dan dna yang terdapat di dalam kamar, di mana korban-Karlina terbunuh. Dan, upaya percobaan pembunuhan terhadap asisten rumah tangga yang bernama Nadiyah yang ditemukan di gudang, sudah cukup untuk menjerat terdakwa dengan hukuman maksimal.”

“Maka dengan ini, kami menuntut terdakwa dengan pasal berlapis, pasal 339 KUHP yaitu pembunuhan dengan disertai pidana lain, yaitu percobaan pembunuhan. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.”

Ancaman itu membuatnya semakin kalut, dadanya menyempit, sebongkah batu besar baru saja dijatuhkan di atas kepalanya. Itu yang baru saja dirasakannya ketika mendengar tuntutan dari Jaksa. Di antara kenyataan pahit dan dilema kepedihan yang dirasakan Robbie, ingatan terdalam menariknya ke masa lalu.

***

Di dalam sebuah pesta mewah untuk kalangan atas di sebuah hotel berbintang lima milik keluarga Winarta yang tersohor. Hotel Reisance Ceisar di pilih sebagai hotel pertama yang didirikan oleh Gregory Winarta sebagai pemilik kekayaan seluruh properti dan perhotelan di Nusantara. Malam ini adalah malam di mana Gregory akan memberikan tongkat estafet kejayaannya untuk diteruskan oleh Putera satu-satunya yang bernama Wisman Winarta.

Cring-Cring!

Segelas sampanye dibunyikan oleh Pria tua berwibawa itu dengan setelan jas berwarna putih yang membuatnya tampak berkilauan, seperti malam natal. Wajahnya yang bersinar dengan senyuman indah terlihat membuat semua orang begitu menghormatinya. 

“Semuanya, berikan waktu untuk Pria Tua ini bicara,” kelakar Greg. Membuat semua orang terkekeh dengan leluconnya itu. Para relasi, rekan bisnis, kolega dan seluruh staf memenuhi ruangan memberinya salut sebagai penghormatan untuknya yang sudah membangun kerajaannya di tanah air.

“Seperti kalian ketahui bahwa, Pria Tua ini sudah melakukan segalanya. Bahkan, melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Setelah krisis moneter yang kita alami sepuluh tahun lalu, kebangkitan hari ini patut dirayakan.” Pidato Greg seolah-olah tertegun dalam pikirannya sendiri. Greg melihat ke bawah dengan gelas sampanye yang hampir turun tanpa disadarinya.

“Ah … maksudku, untuk sampai ke puncak terkadang kita harus melewatkan momen-momen terpenting dalam hidup. Tetapi, di sinilah kita berada, di puncak kesuksesan! Cheers!” seru Greg mengangkat gelas.

Cheers!

Sambut semuanya mengangkat gelas dan meminum sampanye sampai habis untuk menghormati Gregory Winarta. Setelah itu, Gregory menyerahkan tahta kerajaannya untuk Puteranya itu yang sudah menikahi seorang istri dari latar belakang anak dari seorang pemilik restoran western, dialah Miranda Alma Helia.

Seorang Wanita pekerja keras, ambisius dan memiliki tujuan untuk membesarkan restoran Ayahnya, menyuplai makanan ke hotel-hotel milik keluarga Winarta. Kerjasama sebelumnya dengan pihak ketiga dihentikan guna memberikan kesempatan Miranda mengambil peranan penting sebagai istri dari penerus Winarta.

Tiba-tiba, Putera mereka yang bernama Robbie Winarta atau cucu laki-laki kebanggaan Gregory itu datang membawa seorang Wanita cantik yang semampai, anggun dengan rambut tergerai bergelombang. Kendatipun cukup sederhana di antara Para tamu yang mengilau. Wanita dengan paras ayu yang memiliki senyuman menarik itu terkesan malu dengan sedikit dorongan Robbie yang membuatnya tetap yakin berada di sampingnya. Robbie membawa kekasihnya itu ke hadapan mereka di tengah-tengah pesta meriah.

“Kakek, kenalkan ini Karlina, kekasihku,” papar Robbie sedikit gugup ketika berbicara kepada Kakeknya. Tidak disangka, Kakek Greg menyambut tangan Karlina, menangkupnya dengan kedua tangannya.

“Wah-wah-wah, kejutan yang menyenangkan dari cucuku. Wanita yang cantik dan anggun … Karlina, nama yang indah, hahaha,” sambut Kakek Greg antusias. Mata Kakek tua itu masih saja awas, ia bisa melihat keserasian keduanya ketika bersanding di depannya. Robbie yang tampan dengan postur tubuh yang maskulin bersanding dengan Karlina yang anggun, fantastis.

Rasanya sudah lama, Kakek Gregory tak melihat senyuman kebahagiaan di wajah cucunya itu, seperti malam ini. Ia bisa melihat jika Karlina bisa membuatnya tertawa lepas tanpa tekanan. Bahkan, melihat pasangan itu mengingatkannya ketika masih bersama mendiang istrinya yang lebih dulu meninggalkannya dikarenakan gagal jantung.

Lihat selengkapnya