Sarapan pagi yang menyenangkan untuk Robbie bahkan ia merasa hubungannya dengan Karlina akan semakin membaik setelah ini. Ia bersenandung sembari membereskan piring bekas sarapannya dan mencucinya, sedikit bergoyang karena merasa sangat bahagia setelah melakukan hubungan intim dengan Karlina.
Setelah meletakan piring itu, ia melepas sarung tangan berbahan lateks yang sudah melindunginya dari detergen. Robbie tahu jika Karlina sering menggunakan sarung itu karena kulitnya sangat sensitif terhadap detergen yang terlalu kuat. Robbie melirik kue di atas meja dan membukanya, Tiramisu menikmatinya sesendok penuh. Ia berpikir Karlina tidak akan keberatan jika ia menyicipinya duluan.
Sementara itu, Karlina berada di kamarnya sedang mandi di atas guyuran air hangat yang keluar dari Shower besarnya. Menikmati seluruh syaraf-syaraf di kepalanya merasakan pijatan kecil dari air yang mengalir di atas pucuknya. Perlahan Karlina menyelimuti bagian-bagian tubuhnya dengan sabun khusus yang tidak terlalu banyak mengeluarkan busa.
Karlina merasa menyesal telah bercumbu dengan Robbie, ia menggosok-gosok dan menyikat bagian tubuhnya dengan keras untuk menghilangkan jejaknya. Airmatanya mengalir karena rasa penyesalan yang sangat besar, seharusnya ia tidak mengkhianati perasaannya sendiri dengan menikmati sentuhan dan cumbuan dari Robbie.
Bahkan, ia mulai meraung-raung dalam kegetiran karena perasaan bahagia. Seharusnya ia merasa tidak bahagia bukan sebaliknya. Karlina menangis histeris dan mulai memukuli dirinya sendiri karena kebahagiaan itu, ia benar-benar merasa sangat menyesal karena terlalu lemah. Mencabik-cabik kulitnya dan menarik-narik rambutnya hingga rontok. Lubang saluran air itu penuh dengan rambutnya.
Perasaan bahagia itu seakan membunuhnya pelan-pelan, dalam isakan tangisannya yang semakin memilukan hatinya ia tersungkur di lantai dengan air yang masih menyala. Terasa sesak dadanya karena tidak hentinya menangis, kesedihan yang tidak bisa dibendung lagi. Ia merasakan uap yang semakin panas dan menutupi pandangannya. Karlina terjebak di dalam uap panas dengan suhu tinggi yang membuatnya tidak dapat bernapas, kulitnya pun melepuh memerah.
Karlina merangkak sedikit demi sedikit agar bisa keluar dari ruang sempit yang mulai berembun itu. Tangannya begitu licin dan lemas hingga tidak bisa mendorong pintu kaca, ia mulai tidak bisa merasakan apa-apa dan berhenti bernapas.
Tiba-tiba, seseorang datang membuka pintu kamar mandi dan mendapati Karlina yang tergeletak di dalam sana. Ia langsung menyelimutinya dengan handuk dan membopohnya keluar. Beberapa kali, nama Karlina disebutnya agar ia sadar. Namun, Karlina tidak sadarkan diri cukup lama di dalam.
Karlina!
Karlina!
Di dalam pelukannya yang hangat, akhirnya Karlina bisa membuka matanya.
Nathan?
Gumam Karlina yang langsung memeluk erat Nathan yang sudah menyelamatkan hidupnya. Ia menangis tersedu-sedu di balik dekapan Nathan yang hangat.