Lidah memang tak bertulang, setiap ucapan Miranda sudah terlalu sering menyakiti hati Karlina. Setiap ucapan dari sikap elegannya semakin memperburuk tangkapan penerimaan bagi yang mendengarnya. Seolah-olah jika sebuah umpatan diucapkan oleh Wanita terhormat maka itu menjadi sebuah pujian.
Seperti ucapan Miranda dahulu yang mengatakan, dirinya lebih menyukai seorang Menantu yang bekerja. Padahal, maksud dibalik itu, ia sangat membenci seseorang yang menjadi benalu atau hanya menumpang hidup. Pun ucapannya yang tak pernah ingat nama Ibu Kandung Karlina, Silviana. Baginya, ingatannya sangat berharga hingga orang-orang remeh tak bisa memasukinya.
Wanita tidak tahu diri itu!
Tinggalkan saja wanita itu!
Kata-kata menyakitkan itu terus saja terngiang-ngiang di kepalanya. Entah kenapa setiap ucapan Ibu Mertuanya selalu membuat hatinya terus teriris, padahal sudah dipastikan hatinya telah membeku. Kehadiran Miranda di rumahnya telah membuat hatinya seakan mereda agar bisa tergores luka dan sakit lagi.
Karlina begitu membenci Miranda karena yang menyebabkan pernikahannya tidak bahagia. Ia mengatur semuanya sesuai keinginannya, termasuk membuat Robbie menjadi patuh seperti anak anjing yang terikat di lehernya. Ia sengaja meminta Robbie untuk meninggalkan pekerjaannya terdahulu dengan alasan sebagai penerus Ayahnya. Namun, pekerjaan itu justru membuat semuanya hancur berantakan, termasuk perselingkuhannya dengan Karen.
Padahal ketika Robbie masih menjadi Manager di salah satu Bank swasta, mereka sangat bahagia meskipun hanya dengan satu mobil yang dipakai bersama, rumah yang tidak terlalu besar, cukup untuk keluarga kecil mereka dan tanpa campur tangan Ibunya.
Namun, bujuk rayu Miranda yang selalu mendekati Karlina untuk keluar dari pekerjaannya dengan membawakan Karlina hadiah-hadiah mahal setiap harinya membuat hatinya luluh juga. Bahkan, Ibu Mertuanya itu diam-diam membelikan mobil mewah dan rumah megah yang sekarang ditempati.
Karlina begitu menyesal ketika mengingat kembali keputusannya itu yang terbujuk rayuannya. Padahal, sebelumnya Robbie seorang pekerja keras yang begitu bersemangat pergi ke kantor meskipun harus bekerja lembur. Ketika kembali ke rumah ia tidak pernah membawa masalah kantor dan selalu tersenyum bahagia melihat Karlina dan anak-anak.
Tetes airmata mengalir kembali dari pelupuk matanya yang memerah. Penyesalan tiada akhir yang tidak bisa diulangnya, ia selalu ingin kembali ke masa indah itu. Di mana semuanya serba sederhana tanpa kerumitan seperti saat ini.
Dadanya kembali sesak seakan terhimpit perasaan yang selama ini tertahan. Karlina kembali kesulitan bernapas yang membuat pandangannya buram, ditambah dengan airmatanya yang menutupi penglihatan. Laju kendaraan yang cukup cepat membuatnya kehilangan kendali ketika sebuah pohon tiba-tiba berada di depannya. Ia mengerem mendadak dan hampir menabraknya.
Karlina syok dalam pikirannya mungkin ia sudah mati karena mengemudi keluar jalur dan nyaris menabrak pohon besar. Mobil yang berada di belakangnya berhenti dan seseorang memeriksa keadaannya yang masih dalam kondisi terkejut.
Tok-Tok!
Seseorang mengetuk jendela mobil Karlina, membuatnya tersadarkan kalau ia masih hidup.