Ingatan masa lalu Karlina buyar ketika mendengar kehadiran Robbie di belakangnya yang tidak ia sadari. Robbie memuji penampilan Karlina yang masih saja cantik seperti dulu ketika ia mengenalnya sebagai bawahannya.
“Kecantikanmu tidak pernah berubah, kamu masih saja seperti dulu,” sanjung Robbie yang memegang pinggang ramping milik Karlina. Ia menyergahnya dengan berbalik ke hadapannya, mundur selangkah untuk memberi jarak dengan Robbie. Karlina tidak ingin hadiah sebuah gaun indah itu seperti melupakan kekasaran yang dilakukannya tempo hari.
Robbie seringkali memberinya hadiah setelah melakukan kekejaman padanya tanpa permintaan maaf. Baginya perempuan layak diperlakukan seperti itu, akan membayar segala kesalahannya hanya dengan sebuah kado indah. Bahkan, mengucapkan permintaan maaf itu sangat jarang dilakukannya.
Watak arogan yang dimilikinya turun temurun dari Ayah dan Ibunya. Karlina sangat membenci sikap Robbie yang seperti itu, bahkan ia pernah berpikir untuk membatalkan pertunangan di antara mereka karena sikap Robbie yang angkuh.
Robbie pernah menamparnya di depan rekan kerja laki-lakinya yang hanya berbincang-bincang di depan kantor selagi menunggu Robbie turun. Mempermalukan Karlina seperti seorang perempuan yang tidak punya harga diri. Baginya, apa yang sudah menjadi miliknya akan menjadi patuh dan tidak seorang pun bisa memiliknya.
“Apa aku tidak boleh memuji istriku sendiri,” tutur Robbie yang merasa kecewa tidak bisa memeluk pinggang seksi milik Karlina.
“Jangan, Robbie … aku sedang tidak ingin, kamu sudah melakukannya lagi, sikap angkuhmu itu.” Karlina tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, matanya masih saja menangis karena sikap Robbie. Seandainya saja Karlina bisa bersikap tegas dihadapannya, tetapi kenyataannya Karlina begitu lemah dan mudah terperdaya.
Karlina hanya bisa merunduk dan menggeleng memperlihatkan kekecewaannya, ia tidak sanggup menuntut permintaan maaf dari Robbie. Lagi-lagi Karlina begitu rapuh, ia tidak bisa marah akibat perlakukan kasarnya, ditambah Robbie sudah membatalkan acara ulang tahun yang sudah direncanakannya tanpa seizinnya. Robbie hanya ingin Karlina menemaninya ke acara pertemuan keluarga untuk bertemu dengan keluarga Hilman yang akan menikahi Winona, adik perempuan satu-satunya.
“Apa salahku, apa salahku kali ini, sial!” hardik Robbie yang tidak menyadari kesalahannya. Karlina pergi ke tempat yang jauh, di mana kamar rahasianya untuk menenangkan diri. Di mana ia bisa berada di tempat yang aman.
Mengunci pintunya dan bersembunyi di dalam sana untuk menenangkan pikiran. Tetapi, kali ini Karlina tidak bisa tenang sedikit pun, bahkan ia merasa jantungnya berdebar sangat kencang. Ia hanya bisa mondar-mandir kebingungan sembari memegangi kepalanya dengan langkah yang sulit karena gaun yang rapat itu.
Gaun yang hanya bisa membuatnya melangkah anggun, ia baru menyadari kalau jalannya yang setengah berlari menuju ruangan rahasia itu hampir membuat gaun itu rusak. Ia memeriksa semua sudut khawatir jika ada yang robek, dan lebih khawatir lagi jika ia merusak gaunnya Robbie akan berpikir kalau ia sengaja melakukannya, agar tidak datang ke pesta itu.
Lalu, tiba-tiba Karlina berdiri di depan cermin, pikiran kotornya justru mengarahkannya untuk merusak gaun itu. Kedua tangannya sudah bersiap-siap di atas belahan dadanya. Dengan senyuman liciknya, Karlina segera menarik kedua bagian di dadanya dengan kekuatan, ia merobeknya hingga seluruh pakaian dalamnya terlihat. Karlina meneruskan robekan itu hingga ke bawah membuat sayatan sepanjang gaun itu.