Karlina dan Widi memisahkan diri ke meja di sebelah meja sebelumnya. Widi meminta Kakak perempuan yang bersamanya untuk menunggu di mobil saja. Widi ingin mengobrol sebentar dengan Karlina yang sudah sangat lama tidak ditemuinya. Hidangan mie goreng seafood pesanan Karlina datang dengan minumannya. Begitu juga dengan pesanan nasi goreng Nadiyah dan segelas es teh.
“Kamu tidak makan?” tanya Karlina kepada Widi.
“Aku sudah makan, baru saja aku membayar tagihannya, tidak sengaja aku melihatmu di meja ini. Kamu tidak berubah, Karlina, tambah cantik,” sanjung Widi.
“Kamu juga terlihat agak gemuk, tapi sangat segar dan bercahaya,” sanjung balasan Karlina.
“Iya, mungkin karena janin yang ada di dalam rahimku ini yang membuatku bersinar. Aku sedang hamil,” ujar Widi sembari membelai perutnya yang membuncit. Sebelumnya Karlina tidak menyadari perubahan itu pada tubuh Widi, karena memang sejak dulu ia memiliki tubuh yang agak berisi.
“Kamu hamil? Wah … selamat ya,” tutur Karlina merasa senang. Widi manggut-manggut mendengar ucapan itu sembari tersenyum.
“Akhirnya … setelah, delapan tahun pernikahan kami, Tuhan memberikan kabar baik untukku, bisa merasakan kehamilan.” Widi yang merunduk menatap perut buncitnya itu, mengingat masa-masa penantiannya untuk bisa hamil. Terlihat wajah yang menggambarkan perasaan putus asa, dan seakan saat ini perasaan itu terbayarkan. Sementara, Karlina sejak tadi merasa tidak selera hanya menggulung-gulung mie dengan garpu.
Karlina merasa terganggu dalam pikiran buruknya sendiri. Seakan-akan ia sudah mengetahui ke mana semua obrolan basa-basi ini akan bermuara. Ia berubah defensif karena tidak nyaman meskipun belum tentu apa yang dipikirkannya akan terjadi. Sembari menggulung-gulung mie goreng dalam sajian, sama sekali tak berniat untuk menyantapnya.
Tatapannya fokus kepada gulungan mie meskipun pikirannya tenggelam ke dasar lautan.
“Lalu, bagaimana denganmu?” tambah Widi.
“Hemm??” ucap Karlina tertegun. Ia hanya bisa menggeleng-geleng pelan tanpa jawaban. Enggan menjawab karena jawaban yang terlontar dari mulutnya hanya akan menambah daftar pertanyaan semakin panjang. Karlina tidak ingin menatap lawan bicaranya itu, ia tidak ingin memberinya perhatian, memerlihatkan ketidaknyamannya kepada Widi.
“Aku dengar … kamu mengalami masa sulit? Apa kamu ….” Ucapan Widi terpotong, Karlina melengos seakan menghindari pertanyaan itu. Ia menoleh kepada Nadiyah yang terlihat sudah selesai menghabiskan makanannya.
“Wid, aku tidak bisa lama-lama, aku belum menyiapkan makan malam untuk Robbie,” sergah Karlina tiba-tiba.
“Maaf, aku sudah mengganggu waktumu … mungkin kita bisa janjian besok-besok, sekadar mengobrol, minum teh atau apapun di waktu senggang?” ajak Widi. Bujukkan yang patut dimintanya untuk mengetahui kabar yang santer terdengar, meskipun belum tentu benar.
“Baiklah, aku akan menghubungimu,” jawab Karlina cepat. Ia tidak ingin memberikan kesan bahwa ia akan melakukannya tetapi ia juga tidak menolaknya. Sikap yang sering ditunjukkan untuk seseorang yang mulai mencampuri urusan rumah tangga orang lain.