Satu bulan aku mengenalmu. Kamu dan Darin sudah dikenal seantero sekolah. Setiap ruang yang aku kunjungi, tiap selasar yang aku lewati selalu terdengar namamu disebut. Kamu seterkenal itu.
Kamu selalu tersenyum dan menyapa balik orang yang menyapamu. Kamu membantu guru yang sedang kesulitan membawa setumpuk buku. Kamu mengobrol ramah dengan satpam sambil menunggu sahabatmu. Kamu membantu seorang anak kecil yang ingin menyebrang. Aku tahu, kamu sebaik itu.
Hal yang sangat menarik terjadi adalah ketika kamu mengucapkan namaku. Kamu tahu aku. Kamu tahu? Pertama kali kamu menyebut namaku rasanya jantungku seperti ingin meledak karena terlalu cepat berpacu. Kamu tahu? Jantung ini selalu berdebar untuk kamu sejak itu. Dulu.
•••
Pelajaran eksak cukup membuat pusing kepala. Sudah tahu begitu, tetap juga aku pilih. Kata salah satu temanku, ilmu sosial juga sama sulitnya. Ya, intinya setiap pelajaran punya kesulitan masing-masing, tergantung individunya saja.
Bara. Melihatnya saja sudah menjadi moodbooster-ku. Sejak pertama kedatangan Bara dan temannya, Darin, mereka menyedot perhatian seantero sekolah. Apalagi melihat Jasmine yang selalu bersama mereka. Jasmine, gadis yang dikategorikan siswa paling cantik di sekolah. Meski menurutku sebenarnya Shasa lebih cantik. Hanya tinggal tambah sedikit make up dan mengganti semua pakaian kebesarannya yang memang berukuran besar dibandingkan ukuran tubuhnya.
"Kata Shasa, dia nyusul," aku dan Reni sedang menuju kantin. Berkutat dengan fisika dan matematika cukup menguras otak dan tenaga. Jadi, para naga dalam perutku sudah meraung ingin diberi asupan.
Dalam perjalanan menuju kantin, hampir beberapa kali kami diberhentikan oleh beberapa teman dari kelas lain. Yang paling membuat jengkel, mereka cuma bertanya mengenai Bara dan Darin. Sepanjang jalan pun, hampir tiap siswi yang bergerombol membicarakan mereka, bahkan kakak kelas pun. Seterkenal itu mereka.
"Lama-lama bosen gue. Tiap hari ditanyain tentang Bara, Darin, Jasmine. Bara, Darin, Jasmin. Sumpah, kayak nggak ada bahan obrolan lain," Reni mengeluarkan unek-uneknya. Aku kira hanya aku yang sempat berpikir seperti itu.
"Yah, kita mah apa atuh. Maklumin ajalah. Pas kelas 10 lebih parah dari ini, kan." Seporsi bakso sudah ada dihadapanku. Sejak kemarin aku memang ingin makan bakso.
Saat kelas 10, aku, Reni, dan Jasmine juga satu kelas. Ditambah Shasa. Sejak awal masuk sekolah, paras Jasmine yang cantik memang menarik perhatian. Tidak jarang, para siswa menitip salam kepada aku, Reni, dan para siswa yang satu kelas denganku. Paling parah sih saat beberapa siswa mendekatiku atau Reni agar bisa dekat dengan Jasmine. Untung saja Jasmine orang yang sangat baik sehingga tidak ada alasan untuk kami membencinya. Nyatanya, memang bukan Jasmine yang salah tapi para cowok menyebalkan itu.