Tanganku sepertinya gatal untuk menekan tombol panah pada keyboard sehingga tampaklah fotomu lainnya. Lebih jelas dari foto yang kuambil sebelumnya. Masih tetap dengan tawamu. Bersama beberapa teman, kamu bercengkrama. Meski baru hitungan jam kalian berjumpa.
Pertemuan kedua. Tak pernah aku duga. Sungguh, aku tidak pernah membayangkannya. Kamu dan temanmu datang sebagai murid baru di sekolahku seminggu setelah pertemuan pertama kita. Lebih tepatnya murid baru di kelasku. Kala itu, aku berpikir dewi fortuna berpihak padaku dan begitu baiknya Tuhan. Ya, Tuhan memang selalu baik.
Kamu tidak mengenalku. Aku pun bukan orang yang percaya diri kamu akan mengingatku pada pertemuan pertama kita. Aku memang bukan orang yang langsung diingat saat pertemuan pertama apalagi pandangan pertama. Di pertemuan kita yang kedua, aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta.
•••
Hari sudah berganti menjadi Senin. Weekend rasanya terlalu cepat berlalu. Setengah mengantuk aku berjalan di koridor sekolah. Semalam aku menghabiskan waktu mendesain beberapa pamflet yang diminta dadakan untuk promosi ekskul yang akan dimulai besok. Satu bulan setelah tahun ajaran baru, sekolahku mengadakan minggu promosi ekskul. Kegiatannya berlangsung selama waktu istirahat. Semua ekskul akan membangun stan masing-masing di halaman sekolah yang cukup luas. Tidak, sangat luas.
Kelas sudah ramai begitu aku masuk. Ada yang sibuk berkutat dengan tugas. Ada yang asyik berbagi cerita. Aku melirik jam tanganku. Sudah pukul 6.55 dan sebentar lagi pasti bel berbunyi. Reni tidak tampak, hanya tasnya yang sudah tergeletak pasrah di atas meja. Pasti dia sedang bersama Bagas. Aku duduk di kursiku dan langsung menenggelamkan kepala dalam telungkupan tanganku di atas meja.
"Ya, Yaya, bangun. Ih, baru sampe kelas masa udah tidur sih. Ya, bangun ya," Reni menggoyang-goyangkan bahuku cukup keras dengan suara cukup memekak. Semua penghuni kelas XI tahu betapa melengkingnya suara Reni.
Aku bangun dengan malas. "Kenapa sih, Ren? Gendang telinga Gue sampai nyut-nyutan," keluhku sambil menggosok telinga kiriku. "Gue baru tidur jam 3. Bayangin jam 3," aku mengangkat tiga jariku.
"Hehehe. Maaf deh. Gue kan gak tahu. Tapi ada berita yang harus lo dengar. Wajib malah. Kelas kita bakalan kedatangan murid baru. Cowok. Ada 2 lagi," setengah mengantuk, aku simak cerita Reni yang penuh semangat. "Ish, lo kok malah diam aja."
"Gue lagi dengerin lo ngomong."
"Terus," ucapan Reni terpotong suara bel. "Yah, keburu bel deh," aku bersyukur dalam hati. Setidaknya aku bisa beristirahat sebentar. Aku menyangga kepala dengan tangan kananku kemudian memejamkan mata. Berniat melanjutkan tidur yang tertunda.
"Selamat pagi..." suara Pak Wildan, biasanya kami panggil Pak Wil, terdengar. "Hari ini bapak akan," setelah itu aku tidak mendengar lagi ucapan Pak Wil. Berusaha menulikan telinga agar aku cepat masuk ke dunia mimpi.