Malam ini lagi lagi perdebatan itu yang kudengar, suara barang pecah berkali kali. Aku hanya bisa menutup telingaku sembari meringkuk menekuk lutut. Menggigit bibirku keras agar suara Isakku tak terdengar. Aku benci, aku benci!!
Aku benci, dunia tak pernah adil padaku, dunia tak pernah mau melihat sebentar kearahku. Aku ingin segera mengakhiri semua ini, tapi apa yang akan kudapat kalo seperti itu. Yang ada mereka malah tersenyum puas bukan atas kepergianku.
Aku takut, terlalu takut menghadapi semua kenyataan ini. Aku terlalu takut untuk membuka mata melihat dunia di depanku. Aku ingin lari, tapi kemana, dengan apa. Aku ingin menyusul seseorang, tapi apakah dia akan senang jika aku susul dengan cara yang tak lazim. Sepertinya aku hidup hanya untuk menunggu kematian bukan. Aku bisa bisa gila!, aku bisa bisa tak akan bersuara lagi!. Aku lelah, sungguh lelah menghadapi kenyataan. Aku lelah, sungguh lelah menjalani hidupku.
###
Seluruh orang memandangku takut, ngeri, dan aneh. Sudah biasa mendapat tatapan mata seperti itu, jadi apalagi yang harus kusalahkan. Seorang perempuan dengan rambut yang dikepang jatuh di depanku yang sedang berjalan di lorong lorong kelas. Dia jatuh bukan dengan sendirinya, tapi teman temannya yang sengaja mendorongnya. Aku tersenyum miris melihat kelakuan mereka yang mendorong orang seenaknya. Katanya aku yang menjadi pemeran antagonis, tapi ini apa? Sudahlah aku sudah terlalu lelah melihat seluruh orang yang berkata tanpa bercermin terlebih dahulu.
"Ka...kak, sa...saya, ma...mau...."
"Ngomong gausah gagap, lo bisa ngomong kan, lo ga cacat kan?" setelahnya aku berlalu begitu saja dari sana.
"Lihat sombongkan."
"Tuh memang kenyataan tu orang ga punya hati."
"Hatinya dari apa sik."
"Dasar jahat."
"Egois."
"Tega."