Different

Zahir
Chapter #3

Seseorang Dari Masa Lalu

Aku termenung menatap lekat lekat laki laki yang kini tengah berada di depan kelas itu. Aku tak tau harus menatap laki laki itu seperti apa. Haruskah dengan sorot kebencian, atau sebaiknya dengan sorot kekecewaan. Entahlah, dia tak ada hubungannya dengan semua masa laluku, dia hanya sekedar lewat, lalu pergi. Setidaknya begitu kuumpamakan.

Lebih baik aku menatap kosong depan daripada menatap laki laki di depan itu bukan.

###

"Lebih baik tidur," menaruh kepala di atas meja.

Brukk!

seorang perempuan menabrak mejaku. Aku sedikit tersentak kaget dibuatnya.

"Ve...Vega boleh min...minta bantuanmu ga," ucapnya seenaknya setelah menabrak mejaku.

Aku tau dia didorong oleh temannya. Kedua temannya malah hanya asik menyaksikan dari pintu kelas. Aku hanya tersenyum miris, masih berpikir kenapa aku yang terus terusan dikira memainkan peran antagonis oleh setiap orang. Bukan hanya aku yang jahat di sekolah ini, bahkan ada yang lebih jahat, iyakan.

"Bantuin tugasku sama tugas teman temanku ya," tersenyum tipis.

"Gue ga pembantu," hendak menaruh kembali kepalaku di atas meja.

"Tolong ya Vega, mesti dikumpulin nanti, pliss!" sambil menangkupkan tangannya.

"Jangan bisanya manfaatin orang aja, lo kira dimanfaatin enak?!"

"Tolong bantuin Vega," tanpa memedulikan perkataanku.

"Gue gak pintar," seadanya.

"Kamu pintar Ve, kamu aja bisa dapetin juara umum. Bantuin dong Vega," memohon.

"Usaha sendiri, jangan males buat belajar," berdiri dari posisi dudukku.

Kelas sudah terasa panas untukku, semua tatapan orang di kelas kearahku, tatapan yang mengartikan segala ungkapan mereka tentangku. Aku berjalan keluar pintu kelas, berjalan di lorong lorong, entah mau kemana.

"Vega," memegang lenganku.

"Kita pernah kenal?" menatap laki laki itu dengan heran.

"Speranza Vega, orang yang selalu ku susahin, teman dekat Hara, apa aku salah?" santai masih memegang lenganku sembari tersenyum tipis.

Aku berusaha melepaskan genggaman tangannya, takut semakin banyak orang yang melihat kearah kami. kenapa dia datang lagi, kenapa dia harus muncul kembali di hadapanku setelah sekian lamanya.

"Mau kemana?" masih memegang lenganku.

"Mau ke kelas," masih berusaha melepaskan genggamannya.

"Gak panas di kelas, semua orang natap aneh kearah kamu loh."

"Lepas!" kehilangan kesabaranku.

"Ada yang mau aku omongin pulang sekolah nanti, kamu ga boleh lari loh," kemudian melepaskan genggaman tangannya sembari tersenyum lebar.

Aku menatapnya tajam sebelum akhirnya berlari dari sana kearah kelas.

Lihat selengkapnya