Different

Zahir
Chapter #11

Lebih Cepat Dari Yang Kubayangkan

Kukira akan lebih lama, ternyata secepat ini. Jenazah itu langsung diturunkan dari ambulans, diangkat ke dalam rumah nenek. Aku hanya terdiam di balik dinding melihat semua itu. Beberapa orang mulai berdatangan, bendera kuning mulai dikibarkan di tiang pagar. Semua persiapan, seperti karpet, makanan, dan yaa lain lain sedang disiapkan tanpa campur tangan dariku. Aku hanya berlari keluar pintu rumah di belakang, berlari tak tau hendak kemana.

"Ranza gak bantuin nenek sama Rasma?" melayang di sampingku.

"Engga, Ranza gak mau!" terus berlari.

"Terus sekarang mau kemana?"

"Gak tau," mulai berjalan perlahan.

"Ke rumah Hara aja gimana?"

"Ha, disitu kan sepi katamu, gak ah takut," tanpa menghentikan jalanku.

"Haha ngapain takut, penunggu rumah itu kan Hara, dan sekarang Hara ada di depan mata Ranza sendiri," tertawa renyah.

"Eh emang rumah itu gak dikunci, gak dijual, gak ada yang nunggu?" tanyaku heran.

"Huh, kita bisa masuk di jendela kamar Hara langsung, kebuka kok. Hara juga bingung kok jendelanya bisa kebuka," seolah berpikir.

"Sejak kapan rumah itu ditinggalkan?"

"Hara tak mencari tau sampai situ, tapi rumah itu terurus kok Ranza, kayak ditunggu. Yang Hara tau juga, orang tua Hara sering ke rumah itu dengan anak anak mereka masing masing," terkekeh kemudian menengadahkan kepalanya.

"Yaudah deh kita ke rumah Hara aja," ucapku pasrah.

"Yey gitu kek!" bersorak kegirangan sampai menarikku untuk berlari.

###

Benar saja apa yang Hara katakan, rumah ini tak berubah dari semenjak 5 tahun yang lalu. Halaman rumah, warna rumah, bahkan semua posisinya pun tak berganti. Rumah ini juga tampak terurus, hanya saja semakin banyak bunga bunga di sekitarnya, menambah kesan mewah sepadan dengan warna rumah yang cerah.

Hara menarik tanganku menuju belakang rumah, dimana kamar Hara berada, benar saja jendela kamar itu terbuka. Betapa kagetnya aku ketika memandang kamarnya yang bersih, berwarna, semua barang tertata rapi, hanya saja alas kasur yang sudah tak dipakaikan lagi ke kasur. Aku tak pernah melihat kamarnya sedari kecil, bermain kerumahnya saja tidak pernah, paling hanya sekedar lewat.

"Wah kamarnya rapi yah walau mungkin agak berdebu," mengedarkan pandangan keseluruh sudut kamar.

"Hehe, Hara ingat dulu kamarnya Hara jarang berantakan, orang kerjaan Hara di kamar cuma di meja belajar kalo gak kasur," mendudukkan diri di kasur tanpa alasnya.

"Masih banyak aja ya buku Hara di atas meja," memegang masing masing buku yang berdebu.

"Hehe, gak tau kenapa gak disimpan sama orang tua Hara," menengadahkan kepalanya keatas sembari tersenyum.

"Ranza tau jawabannya apa," duduk di sebelahnya sambil tersenyum.

Hara yang awalnya menengadahkan kepalanya, beralih menatap kearahku lurus.

"Mereka ingin merasakan kalau kamar ini masih ada Haranya. Mereka tak ingin membuang kenangan saat dulu denganmu Hara," tersenyum menatapnya.

"Ya mungkin Ranza benar, Hara pun rasanya betah ada di sini," merebahkan dirinya di atas kasur.

"Hara..., mau di sini aja?" menatap Hara di sebelahku.

"Hahaha di sini sepi Ranza, mending Hara ikut Ranza, iya kan," tersenyum menatapku.

"Hahaha iya, kamu benar," ikut berbaring di sampingnya.

"Lagian kalo Hara di sini siapa dong yang nyelesein tugas buat ngembaliin Ranza yang dulu, siapa dong yang bakal meluk Ranza kalo lagi kebawa emosi, siapa yang bakal temenin Ranza tidur," memejamkan matanya.

Lihat selengkapnya