Aku hanya memandangi dari kejauhan mereka yang sudah dimasukkan ke liang lahat. Di sana juga ada perempuan yang kuberi nama Star di kamarnya Hara tadi pagi. Ia tengah tersenyum kearahku yang kubalas dengan senyuman tipis pula sebelum akhirnya berjalan menjauh begitu saja ketika melihat Hara tengah berjongkok di sebelah makamnya.
"Hey," menyentuh pundaknya.
Ia menoleh sembari menebarkan senyuman lebarnya.
"Kenapa di sini?" ikut berjongkok di sebelahnya.
"Gak ada, cuma mikir aja waktu Hara dikuburin suasananya kayak gimana ya," menengadahkan kepalanya.
"Haha rame Hara, semua pusat perhatian orang orang ke kamu, semua nangis, hingga akhirnya Juro berteriak menguatkan seluruh orang orang terlihat seperti orang dewasa saja, ya walaupun dia agak takut takut mengatakannya," menengadahkan kepala keatas mengingat kejadian yang lalu.
"Hahaha iyakah?" setelahnya hanya hening.
"Ranza kenapa gak bisa maapin mamah Ranza?" menatapku.
Cukup lama aku terdiam sebelum akhirnya menunduk tanpa menatap Hara.
"Ranza, Ranza jahat ya, heh kan emang Ranza jahat kan," masih menunduk.
"Ranza jahat Hara, untuk apa berpura pura menjadi orang baik?!" menatapnya lurus.
"Hehe Ranza jahat, jahat ya, terus apa bedanya Ranza sama mereka ha?!" menatapku tajam, membuatku tersentak.
"Ranza gak suka sama perlakuan mereka, gak suka sama setiap kata jahat yang setiap orang lontarkan, tapi kenapa Ranza jahat, kenapa jahat?!!" terus menatapku tajam.
"Heh gak ada bedanya bukan Ranza sama mamah, sama papah Ranza, iya kan!!" membentakku.
Aku tersentak kaget, bukan karna bentakan Hara, tapi kata kata yang ia lontarkan. Benar selama ini aku yang salah, bertindak bodoh, jahat, padahal aku sendiri benci dengan setiap perlakuan jahat mereka.
Aku menunduk, mengeluarkan setiap isakan yang semakin lama semakin terdengar keras. Di sini aku yang jahat, bukan mamah, bukan papah, bukan. Aku sendiri yang salah, mengikuti ego, dan akhirnya bertindak bodoh.
"Maap Ranza, Hara gak maksud," menarikku ke dalam pelukannya.
Aku hanya tertunduk, tanpa berniat mengangkat kepala, dan melihat seperti apa saat ini orang orang tengah menatapku.
"I...iya Ra...Ranza salah," tak bisa menahan agar air mata ini tak turun semakin banyak.
"Udah Ranza, Hara gak maksa, udah, maapin Hara," semakin menguatkan pelukannya.
Aku menggeleng, melepaskan pelukan Hara, kemudian berlari ke makam mamah, menerobos setiap kerumunan di sana. Kupeluk nisan itu, kucium, ya tentu tak lupa dengan tangisan yang ikut membasahi nisannya.
"Ma...mamah, Ve...Vega mau me...memperbai...ki se...semuanya," masih terus memeluk nisan itu.
Sedang seluruh orang hanya terdiam menyaksikanku.
"Vega yang...sa...salah, ma...maapin Ve...Vega ya," semakin terisak.
"Ve...Vega u.. udah ma...apin mamah, ja...di mamah te...nang di...sana ya," tak kuat menahan agar isakanku tak semakin keras menembus ke seluruh pendengaran setiap orang.
Dari samping, ada seseorang yang memelukku, kutatap, dan ternyata itu Juro, aku semakin terisak, membalas pelukannya.
"A...aku jahat, ja...hat Juro!!" berteriak.
Pandanganku kabur, kepalaku sakit, sebelum semua gelap, dapat kutatap mamah dan kakak yang tersenyum manis kearahku, dan semua itu untuk pertama kalinya tanpa sandiwara. Dapat kulihat air mata mengalir di pipi mereka masih disertai senyuman. Ingin menggapai, tapi mereka cukup jauh. Pada akhirnya aku hanya bisa menatap mereka sendu sebelum akhirnya semua menjadi gelap.