DIFFERENT

Athar Farha
Chapter #2

Kritis Dalam Beberapa Hal

(Kritis Dalam Beberapa Hal)

“Aku dalam tahap belajar merias diri, Eva!” gerutunya pada ponsel di atas meja rias, yang menghadap cermin lebar melekat di dinding.

“Biarkan aku keluar dari ponselmu, Bos!” Suaranya lembut, tapi agak melengking seperti kicauan burung kenari.

Mitah tertawa. “Aku lebih suka kamu tetap di dalam. Aku hanya tak ingin menjadi seperti ... tahu sendirilah.”

“Tinggal ganti jenis kelaminku. Kita bisa mengobrolkan sesuatu.”

Plak! Suara ponsel berbentuk oval berwarna merah jambu saat dikeplak Mitah.

“Untungnya aku bisa berbohong untuk bilang: sakit. Hei, Bos! Gila, ya? Aku hanya sebuah ponsel.”

“Aku cuman tak menyangka kamu kepikiran berganti gender.”

“Jika ingin tahu apakah riasanmu berhasil memikat lawan jenis, seharusnya ganti kelaminku.”

“Aku mempercantik diri untuk mensyukuri proses penciptaan sebelum lahir. Bukan demi orang lain. Seharusnya begitu, kan, jadi perempuan?”

“Seharusnya begitu. Jangan kelewat batas, Bos! Aturan yang sudah berjalan sekian tahun. Pusar wajib tertutup, meski mengenakan baju seksi dan wajib menutupi area dada. Anehnya baju model dengan pundak dan punggung terbuka diperbolehkan. Agak konyol, sih.”

“Ya. Perempuan di negara Indonesia, khususnya kota ini, tidak akan lupa dan tak akan mampu melawan aturan diskriminasi terhadap perempuan.”

“Tepatnya melindungi kaum perempuan, meski aturan itu menjerat kebebasan warga negara. Oh, iya, Bos. Cobalah berdiri dan amati dirimu lebih teliti pada cermin, Bos!”

Mitah berdiri, beringsut ke tengah-tengah seraya menyusupkan sebagian rambutnya yang terurai menutupi pipi ke sela telinga. Diamati lekat-lekat riasan juga gaya berpakaiannya. Bibir tebalnya sudah diolesi lipstik hitam, bekas-bekas jerawat telah tertutupi foundation, dan matanya tampak menjorok ke dalam sebab trik polesan pada hidung mancungnya dibuat seakan-akan lebih mancung lagi.

“Suka hasilnya, Bos?”

“Lumayan. Agak aneh, sih. Ya, dandananku tak bisa disamakan dengan Kupu-kupu Merak. Setidaknya aku bisa keluar dari zona nyaman.”

Kembali memperhatikan diri di cermin. Mengerucutkan bibir sambil meremas-remas kaus hitam lengan panjang, yang melekati tubuh berserat agak kasar. Ia pun menyiah rimpel lebar rok abu-abu panjang. “Ini rok bikin aku kelihatan gendut, ya?”

“Mana kutahu, Bos. Kan, aku tak keluar dari cangkang ini. Sejak kapan tahu Kupu-kupu Merak, Bos?”

Mitah mendesah, lalu tengadah. Sorot putih lampu gantung berbentuk hati terbuat dari perpaduan kaca dan aluminium tak menyilaukan mata. Sesaat Mitah merem dan berujar, “Tak perlu dibahas. Eh, boros listrik, ya?” Menoleh ke arah jendela terbuka, yang terletak di sudut kamar, beberapa meter dari posisinya berdiri menyampingi tempat tidur.

“Kenapa tanya soal boros listrik, Bos?”

“Secara matahari lagi cerah. Sinarnya masuk sesuka hati lewat jendela. Eh, malah lampu tetap dinyalakan.”

“Makanya, ya, Bos. Manusia di sini mau pada pindah. Secara tahu energi akan habis.”

“Pindah?” Mitah mengernyit.

Lihat selengkapnya