Peledakan Gedung Dewan HAM bergaya postmodernisme setinggi sembilan puluh satu meter menimbulkan kekacauan, dan dalam sekejap berita itu menyebar seantero negeri. Kota Purga, ibukota Indonesia yang sudah ditetapkan selama bertahun-tahun, menjadi sorotan seluruh negara di belahan dunia. Presiden tiap-tiap negara mengikuti perkembangan berita terkait penyelidikan pelaku.
Sehari usai tragedi. Data sementara jumlah kematian, yang dikumpulkan oleh petugas kepolisian dan Tim Inafis dibeberkan ke khalayak. Sejumlah tujuh puluh manusia tanpa menyebut nama korban, dinyatakan meninggal. Seratus empat puluh lima luka-luka. Jumlah kematian bisa bertambah seiring waktu karena pencarian korban tertimbun bangunan masih berlanjut, juga ada sekian puluh korban kritis di Rumah Sakit Purga.
Isu kebangkitan Perwira Merdeka merebak dan menimbulkan tanda tanya besar, terkait alasan sekelompok manusia yang telah dicap pembelot oleh dewan departemen maupun parlemen Kota Purga. Pada satu momen, presiden dengan lantang menyebut para pembelot sebagai teroris. Isu tersebut memancing para jurnalis dan pengamat politik di negara tetangga beradu asumsi. Banyak artikel berupa opini dari jurnalis begitu tajam menguliti tumbangnya Gedung Dewan HAM. Satu di antaranya membahas kemungkinan ada kesalahan dalam tatanan hidup warga Kota Purga; sekelompok masyarakat yang gencar mengkritik kinerja para wakil rakyat berpotensi bersatu dengan satu tujuan: ingin lepas dan memerdekakan diri, termasuk membentuk sistem sesuai impian mereka.
Kabar berita paling heboh berikutnya terkait pemilihan manusia paling pantas pindah ke planet peradaban makhluk asing, yang telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Sikap pilah-pilih itu mempertegas hilangnya hak warga negara. Tidak hanya itu, mencuat berita baru yang dengan cepat trending topic dalam beberapa jam. Isinya, membahas kemungkinan peledakan terjadi berkat kerjasama beberapa negara akibat pengajuan pindah planet ditolak oleh pemerintah Indonesia. Mengapa begitu? Karena Indonesia adalah negara pertama menemukan peradaban lain di galaksi, hingga menjalin kerja sama politik dengan penghuni planet makhluk asing itu. Pemerintah Indonesia di Kota Purga, dengan sangat sombong memproklamirkan, bahwa mereka telah memiliki kuasa penuh atas perizinan transmigrasi antar planet.
***
Pagi itu awan seperti enggan beranjak dari tempatnya, berkas mentari terhalang gumpalan-gumpalan awan. Mitah baru saja mandi. Setelah berpakaian dan berdandan, sejenak dia menghidupkan Eva. Eva menyapa dan berterima kasih karena dibangunkan dari tidur panjang—semalam dinonaktifkan saat pengisian daya.
Merasa sudah cukup bercengkrama dengan ponselnya, Mitah lantas keluar kamar. Tiap-tiap langkah dia menggumamkan sesuatu. Ada banyak pertanyaan meski serupa: siapa pelaku dan apa motifnya. Tak lama berselang, kakinya telah menjejak lantai marmer di ruang tengah yang sepi.
Untuk beberapa saat Mitah melayangkan pandang ke tiap sudut ruangan, di antara perabot pada posisinya masing-masing. Hampir tidak ada perubahan letak selama sekian tahun. Diamatinya sofa jok beludru berjumlah tiga dalam pola U, menghadap dinding ferrock—material kombinasi debu baja. Detik-detik berlalu, dia pun duduk di sofa dan menatap foto keluarga berukuran tinggi tiga meter, yang terpampang pada dinding di hadapannya. Foto itu memperlihatkan Mitah masih kanak-kanak berkepang seratus dan berpakaian bak putri istana sedang dirangkul Sankar. Tampak pula Samar berpakaian necis serba putih, sedangkan Mulan mengenakan gaun berwarna senada. Oh, iya, ada televisi di bawah foto.
Televisi keluaran terbaru itu berupa dua tiang berdiri sejajar berjarak satu meter, dipisahkan oleh benda tergeletak pada lantai marmer berbentuk segitiga dengan lensa melekat di tengahnya. Mitah beranjak menekan lensa. Seketika dua tiang itu memancarkan cahaya putih. Cahaya itu saling bertaut membentuk sebuah layar. Sesaat Mitah teringat kejahilannya melempar koin uang zaman dahulu ke layar televisi. Namun, koin itu justru menembus dan menghantam dinding.
Tidak ada acara lain selain pemberitaan pasca peledakan gedung seminggu lalu. Layar televisi menampilkan kondisi pusat Kota Purga sudah lebih tertata lagi. Penampakan gedung yang tersisa separuh—ledakan besar mematahkan tubuh gedung—pecah berserakan kala menghantam aspal jalanan dan bangunan di sekitarnya, yang juga bergaya postmodernime dengan pelbagai bentuk dan ukuran.
Berita kali ini, pranatacara memaparkan informasi terkait keterlibatan beberapa negara dalam penyerangan yang memporak-porandakan perdamaian wilayah Kota Purga. Berita keterlibatan itu rupanya hanya isu besar yang dibuat oleh pihak klandestin supaya pemerintah termakan hasutan keji.