DIFFERENT

Athar Farha
Chapter #5

Pemuda Beralis Diagonal

Degup jantungnya meningkat, padahal masih di rumah. Mitah merapikan lipatan kerah berpola lengkung pada dua ujungnya. Sesekali menyunggingkan senyum di depan cermin, agak kelihatan kaku karena gugup. Sepersekian detiknya maju selangkah mencomot setelan blazer kombinasi warna navy blue dan mustard, yang sejak tadi tergeletak di atas meja rias. Sejenak Mitah memperhatikan bordiran berbentuk akar serabut dengan benang warna emas mengilap, yang tertempel pada bagian saku bobok dada kanan. Perlahan jemarinya menyiah-nyiah belahan blazer agar deretan mata kancing terlepas dari lubangnya.

Semua akan baik-baik saja. Berulang kali Mitah meyakinkan diri supaya tenang. Setelan blazer yang sudah melekat pada tubuh membuatnya kesulitan bernapas karena ukurannya kekecilan. Mamah apa tak memeriksa size-nya, sih? Pokoknya besok-besok kudu diganti.

Derak pintu membuatnya menoleh. Mulan masuk seraya menebar senyum. Mitah tidak balas senyum, tatapannya datar karena mendadak sekelebat bayang sikap ibunya menyembul di dalam pikirannya. Mitah teringat kejadian makan malam ketika Mulan mengomentari kebiasaan buruk dirinya, juga komentar ibunya yang tak difilter di depan dua tamu kala itu.

Pintu kamar baru saja ditutup Mulan, tetapi dia tidak langsung berdiri sejajar dengan anaknya itu. Untuk beberapa saat dia memperhatikan Mitah sambil merebahkan punggung ke dinding yang berhias vinny wallpaper bergambar ratusan bentuk hati melayang. Mulan tengadah dan tersenyum melihat desain lampu gantung yang mirip dengan motif ‘kertas dinding’ warna persik itu.

“Ada apa, Mah?” Mitah mengawali.

Mulan melangkah. Derapnya memancing perhatian Mitah hingga mengamati bentuk sepatu hak tinggi yang terpasang di kakinya.

“Kamu cantik banget, Nak, ” puji Mulan. Telempapnya mengelus pipi Mitah.

Mitah meraih pergelangan tangan Mulan, serat blazer putih yang melingkupi tangan Mulan pun mengerut. “Mamah lebih cantik. Umur mendekati kepala lima belum tampak kerutan di wajah.”

Mulan mesem, semringah. “Baru empat puluh lima tahunan, deh.”

“Cuma tahi lalat di bawah bangir hidung. Terkadang bikin aku emosi.”

“Lho, emangnya kenapa?”

“Sesekali cobalah meluruskan kesalahan dengan sabar dan cobalah menjaga perasaan orang.”

Mulan langsung mencubit perut Mitah. “Sankar sudah siap. Dia sudah di luar. Kamu kelamaan dandan.”

***

Napas Mitah agak tersengal-sengal, pori-pori wajahnya pun mengeluarkan keringat, usai berjalan kaki dari rumah menuju pintu gerbang. Sebelum masuk mobil, sesaat melirik ke arah Sankar yang memperagakan gerakan mengunci mulut. Mitah langsung paham, bahkan sebelum diperingatkan pun berniat tidak akan bicara aneh-aneh. Lagi pula pembahasan kemarin pagi terhenti saat Mulan pulang.

Kepulangan Mulan kala itu jadi pertanyaan Mitah. Setelah diberi penjelasan terkait kemunculannya lebih awal karena tanggal pembukaan sekolah baru dimajukan oleh pengurus sekolah, suasana hatinya jadi agak kacau. Mulan juga memberitahu informasi perihal Samar yang tidak ikut pulang karena harus mengamankan selebrasi pembukaan sekolah baru bersama para pasukan pertahanan negara.

***

Di dalam mobil mereka bergibah di atas kasur lateks. Sesekali tiduran, tapi kembali duduk santai. Mulan menceritakan kehidupan masa kecil Samar dan momen pertemuan kali pertama saat saling jatuh hati.

“Omong-omong ayah kalian itu dulu cowok playboy cap tempe.” Mulan cekikikan.

Lihat selengkapnya