La Douleur Exquise

Afiska Dila Ananda
Chapter #1

Chapter 01|About a Broken Family

Setiap pagi adalah kesempatan baru. Bangun, ambil nafas panjang, dan mulailah kembali.”

Pagi adalah awal baru yang mensignifikansikan banyak hal bagi sebagian besar orang. Harapan, kesempatan, pengampunan, dan ketidakterdugaan, menjadi terinspirasi pada pagi hari seringkali mempengaruhi mood kita selama sepanjang hari. Pagi yang indah biasanya mengawali hari yang indah, tak heran banyak orang menganggap bahwa pagi adalah masa terpenting dari sebuah hari.

Sehingga seringkali kita membuat Rencana-rencana dan harapan-harapan yang terlalu tinggi dan tersega. Antusiasme dan optimisme memang kunci dibalik keberhasilan dalam kehidupan, tapi terkadang kita butuh mendiamkannya dan berpikir lebih jernih. Sebab, hari yang baru akan membawa pikiran jernih dan membuat kita bisa menilai lebih baik. 

“Selamat pagi. Selamat beraktivitas untuk kalian semua, semoga sukses.”

Pagi ini merupakan pagi yang cerah—pagi yang bertepatan dengan hari senin, sama dengan sekolah pada umumnya Gemilau world Academy—GWA juga menerapkan kegiatan ritual keramat—upacara bendera. 

Pukul 06.00, seorang gadis dengan iris mata biru sudah siap. Dia sekarang tengah menatap cermin, memerhatikan wajahnya lalu tersenyum samar, “Good.”

Dia mengambil sebuah dasi dan memasangnya dengan rapi—sempurna—kata itulah yang melekat di diri gadis tersebut. Diaa menyambar tas, jas almamater berwarna navy, dan juga ponselnya dengan cepat, lalu membuka pintu kamarnya. Berjalan pelan menuruni tangga dengan tujuan turun ke lantai satu ini sarapan. 

Meletakkan tas, jas almamater dan ponselnya di ruang keluarga, kemudian menyelusuri mansion. Ia melihat sepiring nasi goreng lada hitam dan segelas susu vanilla kesukaanya. Dia melirik menelusuri ruang makan yang terasa begitu dingin,menghela nafas dalam-dalam dan mendesah lelah, “Sepi.” lirihnya. 

Gadis itu duduk dan mengambil sendok, menyuapkan nasi goreng lada hitam ke dalam mulut kecilnya. Baru sedikit mungkin nasi goreng itu masuk ke dalam mulutnya, namun sudah di muntahkan dengan tersedak. 

Huekk...! 

Dengan segera dia meminum segelas susu Vanilla, namun gelas itu pun sudah tergeletak mengenaskan di lantai. 

Prangg!! 

“Bibi!!” ekspresinya mengeras dan suaranya yang terdengar lantang mengisyaratkan kemarahan membuat suaranya mengema di seluruh mansion.

Mendengar teriakan itu membuat seorang perempuan paruhbaya tersega-sega menghampiri orang yang baru saja memanggilnya dengan teriakan menggelegar tadi. 

“Iya, Non?”

“Kenapa rasa nasi goreng ini asin sekali, terus susunya terlalu manis. Bibi mau bunuh saya, hah!!” wajahnya memerah. 

Bibi Rena selaku pembantu di mansion itu meringis kecil, “Maap Non Luna, itu bukan buatan bibi atuh.”

Lunashya nama gadis itu—dia memincing matanya curiga, “Lalu?”

“Non Lara yang membuatnya, non Luna.” ringis Bibi Rena. 

Luna berbalik menatap seorang gadis yang tengah mematung di pintu dapur dengan sinis. Diaa menatapnya dengan matanya menyala,

“Jangan buang-buang bahan makanan, mubazir.” cemooh Luna dengan suara rendah. 

Lihat selengkapnya