“Bukan harinya yang harus kamu benci, tapi bencilah kepada diri sendiri karena kurang bersyukur sudah dipertemukan dengan Hari senin lagi.”
Seringkali kita merasa direpotkan ketika hari senin, hal itu berlaku pula bagi yang masih sekolah. Hari senin adalah hari yang paling berat, karena harus bangun pagi dan datang lebih awal untuk bisa mengikuti upacara bendera.
Namun sebenarnya hari Senin bukanlah hari yang buruk, Hari senin bisa dijadikan awal untuk memulai sebuah kegiatan dan semangat baru untuk menuju sukses. Karena bagi orang sukses setiap hari itu sama saja, yaitu menyenangkan untuk melakukan hal-hal positif tentunya.
Tidak hari yang salah, semua hari memiliki waktu yang sama dan semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmatinya. Jadi jangan salahkan jika harimu terasa tidak menyenangkan seperti yang diharapkan.
Hal itu hanya karena dirimu kurang bersyukur atas nikmat yang diberikan kepadamu. Segera ubah pandangmu tentang hari dan perbaiki diri sendiri agar hidup menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Setelah selesai melakukan ritual hari senin—upacara bendera, sebagian orang langsung pergi ke kelas, taman belakang atau bahkan kantin untuk sekedar menyegarkan otak yang jenuh karena harus rela berdiri dan mendengar ocehan pak plotos satu jam lebih.
Queen bee contohnya; mereka memilih untuk berpisah. Alaina dan Dean memilih untuk berpencar dengan Luna, Chiara, dan Nara. Alana dan Dean pergi berdua untuk menuju kantin, mengisi dahaga yang mengering. Sementara ketiga lainnya memilih untuk menitip, dan menuju roftoop sekolah.
“Elnara.” seorang lelaki datang menghampiri Nara dengan pandang amarah.
“Iya?” balas Nara acuh tak acuh.
Lelaki itu tampak menghela nafas dalam-dalam sebelum mengutarakan niatnya. Dia memberanikan diri untuk memegang tangan Nara,
“Kamu kenapa nggak ada kabar semalam?” tanya dengan aura harap cemas.
Sekuat mungkin Nara menahan rasa untuk menghempas tangan lelaki itu, yang dia lakukan sekarang hanyalah mengumpat di dalam hati.
“Belum mengerti?” Nara memincing matanya.
“Ma...ksudnya apa Nar?” ujar lelaki itu dengan suara bergetar.
Nara menyungging sebuah senyuman manis, namun kelihatan menyeramkan dimata lelaki itu. Baiklah, mungkin sebuah adegan pertunjukan akan segera dimulai.
Nara menatap serumpun siswa dan siswi yang sebagian menatap dirinya penuh minat, gadis itu menatap lelaki di depannya sekilas sebelum dia berujur yang mengakibatkan suara gaduh.
“Siapkan ponsel kalian, mungkin sebuah adegan sebulan yang lalu akan terulang lagi.” itu ucapan terpanjang Nara—selalu begitu, dia akan mengucapkan kata-kata itu di akhir bulan.
Lelaki itu yang mendengarnya dengan segera berlutut, membuat rasa malunya hanya demi seorang Elnara Kadziyah.
“Please, your mine, Elnara.” ujar lelaki itu bersudut dibawah kaki Nara—seketika membuat Nara berlonjak kaget, namun ekspresi itu hanya bertahan dua detik, selanjutnya Nara kembali datar.
“Gue udah bilangkan sebelumnya sama lo sebelum kita berpacaran. Kita hanya pacaran satu bulan, dan diakhir bulan kita putus.” masih sama—masih kata-kata itulah yang selalu menjadi andalan seorang Nara sebelum amarahnya memuncak.
“Aku cinta sama kamu. Jangan sembarangan putusin aku, Nar. Aku mohon beri aku tempat untuk membahagiakan kamu, aku tau kamu juga mencintaiku.” kilah lelaki itu lagi.
Nara terkekeh hambar—mengibaskan kakinya membuat lelaki itu sedikit meringis karena terkena kaki Nara.
“Pergilah, sebelum lo masuk ke dalam kategori lelaki terburuk.” desis tajam Nara.
Bukannya menyingkir, lelaki itu semakin memohon dengan menyembah Nara. “Aku nggak mau putus sama kamu, Nar.”