“Kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi di masa yang akan datang. Yang dapat kita lakukan hanyalah menikmati dan berbuat baik.”
Hari ini kantin tampak sudah ramai, karena bel istirahat lima menit lagi. Belum ditambah teman sekelas Chiara dan Dean yang sudah memenuhin kantin menyebabkan keadaan kantin lumayan ramai.
“Kayaknya kita pilih bangku ditengah aja deh.” usul Dean.
“Tumben, kenapa nggak di pojok aja?” tanya Chiara.
“Nggak liat udah ada Kent sama Angka tuh,” dengus Dean.
“Situ aja.” tunjuk Alaina ke sebuah meja di belakang namun diposisi tengah.
“Okey.”
“Mau pada pesan apa nih?” tanya Dean setelah mendapatkan tempat duduk—ia masih berdiri sedangkan sahabatnya sudah memilih tempat duduk masing-masing.
“Biasa.” jawab Alaina.
“Okey.” Dean mengangkat tangannya membentuk tanda ok.
“Alaina, jus jeruk sama batagor bumbu kacang. Luna, cofelatte kemasan sama mie ayam. Kalau lo Ra, masih greentea sama bakso kan? Kalau Nar apa?” jelas Dean.
“Cinlok sama jus mangga.” ujar Nara.
“Oh, okey. Tunggu yaa.” Dean pergi meninggalkan meja menuju stand kantin.
“Perasaan kok gue nggak pernah liat lo lagi cari mangsa, Nar?” tanya Chiara kepada Nara.
Nara mengangkat alisnya satu, tanda bahwa dia tidak mengerti.
“Udah tiga hari semenjak putusnya lo sama Elano, lo masih jomblo aja. Biasanya sejam atau paling lama satu hari lo udah gandeng pacar baru.” terang Chiara.
Nara mengangguk singkat, “Belum nemu yang pas.”
“Udah ada sebanyak dua puluh orang yang minta jadi kekasihnya, tapi ditolak.” imbuh Alaina.
“Tumben?” tanya Dean yang langsung nimbrung.
“Cepat amat, mana pesan kami?” heran Chiara.
“Masih dibuatlah, bosen gue nunggunya. Lagian ibu kantin juga udah pada hapal sama pesanan kita.” ungkap Dean.
“Eh, lo belum jawab pertanyaan gue Nar!” desak Chiara sembari mengambil tempat duduk di depan Nara.
“Yang mana?”
“Tumben nggak cari mangsa.”
Nara tampak menghela berat, “Mau tobat.”
“Lo tobat,” Luna menggeleng kepalanya dramatis, “kiamat dunia.” sambungnya dengan nada candaan.
“Sial!” umpat Nara.
“Gue sama Dean, ada rencana buat lo Nar,” ungkap Chiara.
Alaina yang tengah memainkan ponsel sontak menghentikan kegiatannya itu. Ia mendongok, menatap Chiara dan Dean secara bergantian—menyorot rasa penasaran akan obrolan Chiara.
“Rencana apa?” tanya Alaina dengan nada penasaran.
“Tumben nimbrung, biasa acuh.” cela Luna.
Alaina mengedik bahunya, “Rencana Chiara sama Dean selalu aneh, jadi penasaran aja.” ujarnya.
“Nah gitu, setelah di pikir-pikir kami mau kasih lo tantangan.” papar Dean.
“Kami akan ngasih apapun yang lo minta, tanpa penolakan.” ucap Chiara.
“Gue nggak ikutan.” tandas Alaina merasa tak tertarik.