“Dunia malam adalah ladang pembantaian abadi jiwa-jiwa tandus yang digerus sepi.”
Suasana club terasa pengap dengan asap rokok tebal, dentuman keras musik dari meja DJ membuat lantai dance floor menjadi penuh dan ramai. Belum lagi para penari erotis yang sedang menggerakan tubuhnya di tiang besi, menambah suasana di lantai dance floor menjadi bergemuruh.
Luna dan Alaina terpaksa harus menabrak lautan manusia yang berada di club itu agar bisa sampai di bar. Butuh pengorbanan yang hebat untuk sampai di bar, banyaknya lelaki muda atau tua hidung belang membuat Luna harus menahan umpatan kasarnya, karena ada sebagaian tubuh sensitifnya tersenggol dengan sengaja.
Luna tampak menghela berat, dan mengusap wajahnya kasar. Akhirnya dia dan Alaina bisa duduk di bar dengan segelas kecil wine.
“Lama banget sih lo pada? Kemana dulu hah, melacur?” gerutu Dean.
“Sial, mulut lo itu.” umpat Luna tak terima.
“Nggak tau macet emang?” tanya Alaina seraya meminum wine-Nya.
“Okey, okey.” pasrah Dean.
“Dimana yang lain?” Luna melirik sana-sini mencari keberadaan Chiara dan Nara.
“Udah di dance floor.” sahut Dean menunjuk Nara dan Chiara yang tampak menggerakkan tubuhnya dengan dikurumuni lelaki hidung belang.
Luna mengangguk sekilas. Dia meneguk cairan putih di hadapannya dengan sekali tenggak membuat tenggorokannya terasa terbakar. Dia memegang kepalanya, mengernyit saat pandangannya buram.
“Gue ke dance floor dulu, lo berdua mau ikut?” tawar Dean.
“Nanti nyusul.”
Alaina menatap tajam Luna. “Mau mabuk lo?” tanyanya sembari memutar-mutar gelas wine-nya.
“Kacau.” raung Luna.
“Iya nggak—”
“Al...” potong seorang lelaki melingkari tangannya dileher Alaina.
Alaina mendesis tajam, “Singkirin tangan sialan lo itu, Regazza.”
Luna memutar bola matanya, “Drama mulu.”
“Dance floor,” ajak cowok tersebut dengan mengulurkan tangannya.
Alaina menatap Luna sebentar, “Gue—”
“Pergilah, gue ke toilet dulu, nanti baru nyusul kalian.” potong Luna.
Alaina menerima uluran tangan cowok tersebut. Dia pun berjalan meninggalkan Luna ke panggung kecil untuk berdansa dengan para sahabat lainnya.
Luna tersenyum samar saat melihat kedekatan Alaina dan cowok tersebut, “Semoga lo mendapatkan kebahagian lo, Al.” gumamnya lalu bangkit, dan pergi ke toilet.
Sesampainya di kolidor ujung menuju toilet—gadis cantik yang menggunakan gaun biru yang diperhias demikian cantik bagaikan putri kerajaan itu tertegun sejenak, saat melihat pemandangan yang tak senonoh di depannya.
Kedua mata cokelat terangnya tak lepas dari pemandangan sosok lelaki remaja dan perempuan dewasa yang berada di sudut kolidor tengah berciuman mesra, bahkan sesekali suara desahan tampak keluar dari mulut perempuan dewasa itu.