La Douleur Exquise

Afiska Dila Ananda
Chapter #15

Chapter 15|Ekstreme Game.

“Jangan pernah lupa, bahwa awan menghitam adalah yang membuat senja terlihat sempurna.”

Ada beribu kenangan yang tidak bisa dijabarkan, sekalipun penuh dengan makna. Itulah mengapa banyak kisah yang hanya tersimpan rapat di ingatan, meninggalkan sisa-sisa luka dalam waktu dan keabadian yang entah sampai kapan akan berakhir.

Tiada memar tanpa benturan, seringkali orang harus dibingungkan saat mereka menjumpai lara yang terbekas dan enggan mengering lagi. Gumpalan air yang menetes hingga berhasil menyentuh tanah dan membasahi bumi, tak luput dengan rerumputan dan bunga-bunga yang menunduk sebenarnya tidak punya maksud apa-apa. 

Hanya saja persepsi dan jangkauan pemikiran manusia yang luas seringkali mengartikannya lebih dalam. Guyuran air yang turun deras umumnya di identikan dengan kerelaan, yang meskipun telah dijatuhkan berkali-kali tetapi dia mau kembali. 

Bagaimana mungkin seseorang dapat dengan gampang menyingkirkan memorinya bila hujan juga menjadi saksi bisu yang mempertemukan dia dengan sang pujaan hati. Berbekal eksotisme dan segudang data tariknya. 

Lunashya—gadis itu tampak melamun dan tak menggubris ucapan para sahabatnya. Ia tengah menerawang kehidupan di masalalunya dan juga tengah menerka-nerka bagaimana kehidupannya di masa depan.

Walaupun ia punya segalanya namun tidak semuanya cukup, sebagai contohnya Lady. Gadis itu tampak memikirkan kehidupan ke depannya, Lady memang terlihat baik-baik, namun perlu diketahui itu hanya dari luar, maka siapa yang tahu di dalamnya bagaimana? 

Sekali-kali gadis itu dapat mendengar celetuk-ocehan dari bibir sahabatnya, Chiara. Bahkan tawa lepas juga di isi oleh Dean, kekehan demi kekehan keluar dari Alaina. Namun hanya sebuah dengusan nafas lemah yang keluar dari Luna, tentu saja para sahabatnya sempat khawatir akan keadaan Luna yang tampak pucat dan tak bersemangat. 

Hanya Nara seorang yang terlihat tenang dan menikmati makan siangnya. Jika boleh, Chiara, Dean dan Alaina ingin menyekik Nara karena terlihat santai dan tak menunjukan aura khawatir akan kondisi Luna. 

“Lama kelamaan gue pengen cekik lo, Nar.” celetuk Chiara. 

“Bunuh sahabat ada di undang-undang nggak?” tanya Dean. 

“Kenapa rupanya?” tanya Alaina balik. 

“Kalau nggak ada gue mau bunuh nih bocah,” tunjuk Chiara pada Nara. 

Nara mendongok dengan kening berkerut lalu kembali melanjutkan makannya.

Astagfirullah, bunuh hamba ya Allah.” Dean mengelus dadanya dengan dramatis. 

Sekali lagi dengusan nafas lemah terdengar dari mulut Luna, membuat ucapan Queen bee Jadi ini permainan yang dibilang Luna?

“Kenapa sih Lun? Cerita napa sama kami, kalau nggak mau yah jangan gitu dong lo. Buat kami khawatir aja.” keluh Dean kalem. 

Luna kelihatan melirik sekilas Dean lalu kembali menyandarkan dirinya, “Nanti sore nggak ada kegiatan kan kalian?”

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Luna membuat Chiara mengelus dada lega, “Akhirnya lo mau buka mulut juga.”

“Mau kemana?” tanya Alaina. 

Luna menatap Alaina, “Kok tau gue mau ngajak lo pada?”

Alaina menghembus nafasnya kasar, “Berasa temanan baru seminggu.”

Lihat selengkapnya