“Gue bukan termasuk perempuan yang pura-pura kuat. Kalau itu sakit, gue akan menangis. Dan ingat, gue juga akan membalas rasa sakit gue.”
Lunashya sengaja memakai sebuah sweater dengan tudung yang menutupi seluruh wajahnya, hatinya terus tertawa kejam karena permainan pertamanya berjalan dengan mulus. Langkah kakinya melambat saat sudah berdiri di depan pintu kelas XII BAHASA 1, dia masuk tanpa ada rasa takut sama sekali walaupun dia adalah junior namun tak urung untuk dia masuk ke dalam kelas tersebut.
Luna melangkah penuh percaya diri. Suasana cukup sepi, hanya ada beberapa anak perempuan yang tampak tengah bergosip ria—waktu sudah menunjukkan waktu istirahat pertama, maka dari itu kelas tersebut sepi.
Luna menghampiri bangku nomor dua di ujung tembok. Dia datang dan duduk di sebelah seorang gadis yang tengah makan nasi bekal. Paras cantik Luna tersenyum miring saat melihat gadis itu mendongok dan terkejut bukan main.
Luna meletakkan jari telunjukknya di tengah-tengah bibirnya mengisyaratkan untuk diam. Dengan gerakan biasa dia mengeluarkan amplop berwarna putih dari kantong sweaternya. Meletakkan di meja kakak kelasnya dengan senyum kecil.
“Untuk lo.”
Kakak kelas yang di ketahui bernama Claresin Aradea itu merinding dan ketakutan saat seorang anggota Queen bee tiba-tiba datang menghampirinya. Dengan bergetar hebat Aradea menyeru kebingungannya.
“A...adda apaanya?” tanyanya dengan nada berlebihan.
Luna menyungging sebuah senyuman miring, “Lo tau gue siapa kan?”
Aradea mengangguk cepat.
“Gue tau lo adalah murid cukup berprestasi. Gue nggak perlu basa-basi, langsung aja ke inti.” Luna mendorong amplop putih itu ke tangan Aradea.
“Terima, itu isinya uang. Gue kira itu cukup untuk bertanggung jawab kepada Alara jika orangtuanya minta pertanggung jawaban. Tapi lo tenang, gue pastikan hidup lo bakalan aman. Orangtua Alara nggak akan minta pertanggung jawaban sama lo, jadi itu uang untuk lo. Hadiah dari gue karena secara tidak langsung udah bantu permainan gue sama Alara.” jelas Luna dengan suara tenang.
Aradea terperangah mendengarkan ucapan Luna. Baru kali ini seorang Lunashya bicara panjang lebar kepada orang asing dan itu dia. Namun ucapan yang baru saja diucapkan Luna dengan tenang mampu membuat Aradea kembali ketakutan, tapi juga ada perasaan lega hinggap di hatinya saat mendengar jaminan Luna tentang orangtua Alara yang tidak akan minta pertanggung jawaban.
“Gue nggak akan melibatkan lo lagi. Tapi jangan salahkan gue jika sewaktu-waktu lo bisa aja terlibat, tergantung lo yaa aja yang harus menjaga kafisitas jarak.” Luna tampak bangkit.
“Tutup mulut dan hidup lo akan aman sampai lulus sekolah.” sambungnya lalu pergi berlalu begitu saja.
Luna tampak menyeringai keji dalam tudung sweaternya, “dendam akan semakin membesar.” dewi batinya bersorak ria.
“Jangan jadi pecundang!” ucap seseorang membuat langkah kaki jenjang Luna terhenti.
Luna mengangkat tudung jaketnya hingga kini paras cantiknya terlihat dengan sempurna. Tanpa harus berbalik pun gadis itu tahu suara siapa itu? Senyum sinis terlihat di bibir merah Luna, dia tidak pernah bersusah payah mencari karena kini korban datang dengan sendirinya.
Aktiva.
Melihat Luna yang tidak berbalik membuat Aktiva semakin murka. Tanpa sadar tangannya sudar menarik tangan mulus Luna hingga suara ringisan terdengar walau itu pelan.
“Lepas!!” pinta Luna dengan suara masih tenang.
“Lo emang gadis sombongnya!! Setelah lo menjerat seseorang dalam aksi lo, dengan munafiknya lo seolah tidak tahu apa-apa.”
Luna menghempaskan tangan Aktiva, “Tau apa lo tentang munafik?” tantang Luna.
“Bermuka dua. Lo tau? lo itu mengingatkan gue pada uang receh gopekan. Bermuka dua dan nggak terlaku berharga.”
“Oh gitu,” Luna mengelus dagunya pura-pura berpikir, “Lo benar, namun kadang setiap orang punya hak untuk munafik.” telak Luna.
“Seorang pecundang nggak akan pernah tau apa yang akan dilakukannya jika salah, tapi sumber tentang apa yang akan dilakukannya jika menang.”
“Omong kosong!” Luna bersekedap dada meneliti Aktiva, “Mau apa lo!!”
“Minta maap,” Aktiva kembali menarik tangan Luna, “Alara harus mendapatkan kata maap dari lo, gadis sombong.” imbuhnya.
“Gadis sombong? Ah gue jadi suka ingat malam itu deh.”
Aktiva membelalak matanya, “Minta maap, Luna!?” seru Aktiva penuh penekanan.