“Hidup seperti kue cokelat, perpaduan antara pahit dan manis. Itulah yang menjadikan serasi dan berkesan. ”
Kemarin adalah kenangan, esok adalah masa depan, dan hari ini adalah hadiah. Pernah mendengar ungkapan itu? Maksud dari ungkapan itu adalah bahwa kita wajib menikmati hari ini dan memperjuangkan hari esok, serta melupakan hari kemarin.
Tapi sadar kah kamu bahwa hari ini adalah esok dari hari kemarin dan sejarah dari hari esok? Ternyata waktu memainkan banyak hal untuk kita.
Setiap hari merupakan kesempatan bagi kita untuk memperjuangkan kehidupan. Jadi hiduplah hari ini dengan sebaik-baiknya agar tidak menyesal di esok, dan tidak iri dengan kemarin.
Sama seperti hari ini—kemarin adalah kenangan, maka dari itu Aktiva mencoba untuk tidak mengungkit kejadian kemarin secara gamplang. Melainkan dengan pelan-pelan, bahkan Aktiva tidak pernah berpikir memerintah gadis di depannya ini untuk meminta maap kepada Alara sesuai dengan tuduhan gadis tersebut.
“Mau nyuruh gue minta maap, boleh kok. Tapi apa syaratnya? Kemarin kan syaratnya kita pacaran, kali ini apa?” Luna—gadis itu berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari orange jus.
Yah—walaupun kerjaannya hanya mengaduk-aduk orange jus itu menggunakan sedotan, karena batagornya sudah habis dia lahap.
“Alunashya—”
“Luna, nggak pake A.” sergah Luna cepat.
“Kenapa? Terserah gue dong mau manggil lo pake A.”
“Terserah gue dong ngelarang lo manggil gue pake A.”
“Lo—”
Luna mendongok, “Ini nama gue, jangan ngajak ribut ya.” gadis itu tampak serius dan penuh amarah.
Seketika Aktiva menggelengkan kepalanya melihat betapa keras kepala dan kerasnya gadis tersebut. Cuma masalah huruf A gadis itu rela berdebat dan mengeluarkan kata-kata penuh amarah kepadanya, apakah sebegitu bermasalahnya?
“Ngapain lo masih disitu?” sentak Luna dengan suara rendah.
“Udah nggak mau mempermasalahkan nama nih?” niat Aktiva ingin mengoda gadis tersebut malah sebagian mukanya basah dan terasa dingin.
Sial—gadis itu baru saja menyembur orange jusnya ke mukanya, bahkan jas almamaternya sebagian sudah ternoda dengan bercak-cak noda orange.
“Lunashya,” panggil Aktiva setelah dia berhasil menahan emosinya agar tidak kelepasan membentak gadis di depannya itu.
“Lo emang nggak bisa sekali aja jadi gadis yang lembut, nggak bar-bar-an kayak gini?”
Luna berdecak, “To the point, atau lo gue siram nih.” gadis itu hendak mengangkat gelas orange jusnya namun Aktiva dengan cepat menyangkal tangan Luna.
“Ngomong sama lo emang nggak bisa pake kelembutan.” sindir Aktiva namun tak digubris.
“Gue cuma mau dengar alasan lo kembali bully Alara, Luna.”
Luna mengerut keningnya, “Bukan mau nyuruh gue minta maap?”
“Alasan!”
“Apa peduli lo?” sentak Luna tajam.
Aktiva menghela nafas jengah, “Gue minta baik-baik, Luna.”
Luna memutar bolamatanya malas, “Satu kesalahan maka satu balasan.”
Dahi Aktiva berkerut, “What!!”
“Gue udah memperingati lo tadi pagi.”