La Douleur Exquise

Afiska Dila Ananda
Chapter #23

Chapter 23|Dunia Fantasi.

“Malam adalah selimut kesunyianku untuk menghangatkan hatiku yang kelam dari kejamnya roda dunia.”

Malam hari adalah salah satu bagian dari hari yang paling indah, karena malam hari gelap, memiliki suasana atau udara yang sejuk dingin, dan pada saat gelap itulah kita bisa melihat bintang-bintang bertebaran yang sangat indah dan juga berkelap-kelip.

Malam hari juga identik dengan hal-hal yang berbau romantis. Biasanya yang pacaran suka keluar malam untuk merasakan kesejukan dan juga untuk mencari udara dingin yang menyegarkan. 

Malam hari juga bisa menjadi sangat indah dengan berbagai keindahan yang bisa kita lihat di sekitarnya. 

Contohnya; sepasang kekasih yang saat ini tengah dilanda keheningan di sebuah motor sport. Setelah selesai pemotretan, Aktiva memutuskan untuk mengajak gadis di sampingnya itu untuk menikmati suasana malam hari yang begitu menyejukkan. 

Gadis itu tampak tidak menolak dan juga tak menyetujui, dia terlihat diam dan juga terlihat menikmati alunan lagu yang berasal dari earphone miliknya. 

Aktiva tidak perlu bertanya karena dia yakin gadis tersebut pasti akan suka dengan tempat yang akan mereka datangi. Motor sport milik Aktiva tampak memasuki sebuah lapangan luas, dia memakirkan rapi motor sport —nya di tempat pakiran yang sudah tersedia. 

“Sudah sampai.” Aktiva mencabut earphone sebelah kiri gadis itu seraya berujur. 

Gadis itu mendongok, hendak memprotes karena sudah mengganggu ketenangannya. Namun Aktiva sudah duluan membekap mulut gadis itu menggunakan tangannya. 

“Liat keluar, kita udah sampai,” bisiknya. 

Dufan—dewi batin gadis itu berseru. 

“Ayo turun!” ajak Aktiva lembut. 

Setelah memarkirkan mobil, Aktiva dan kekasihnya segera masuk ke arena dunia fantasi tersebut. Musik khas Dufan pun melantun keras hingga membuat telinga mereka berdengung.

“Kita pesan tiket dulu ya,” ujar Aktiva yang dibalas anggukan. 

Aktiva berjalan menuju loket pembelian tiket, dan harus mengantri supaya mendapatkan dua tiket untuk menikmati wahana yang ada di dufan tersebut. Aktiva tampak serius mengantri mengabaikan gadisnya yang terlihat terkagum-kagum melihat arena permainan dunia fantasi tersebut. 

Percayalah—ini kali kedua gadis itu ke Dufan. Pertama saat dia berusia sepuluh tahun, gadis itu pergi bersama kedua kakak kembarnya dan juga Lady, sang ibunda. Setelah itu mereka tidak pernah ke Dufan lagi karena Wisnu melarangnya, bagi Wisnu daripada ke Dufan lebih baik liburan ke luar negeri. 

Alasannya; Wisnu takut ketiga anaknya hilang karena suasana ramai yang tidak bisa diprediksi, maka dari itu Wisnu sangat tidak suka keluarganya menampakkan kakinya di arena permainan dunia fantasi itu. 

Maka dari itu, ini kali kedua gadis tersebut ke Dufan. Seakan mendapatkan job pemotretan lima majalah sekaligus—itulah perasaan yang saat ini tengah membuncah di dadanya. 

Aktiva benar. Malam hari merupakan waktu yang sangat tepat untuk bersantai dan berpikir sambil merenungi segala sesuatu yang telah terjadi di dalam kehidupan ini. Terbukti kini gadis itu tengah termenung akan serpihan-serpihan kenangan dirinya bersama kedua kakak kembarnya dan juga Lady di Dufan lima tahun yang lalu. 

Meski gelap dan sangat menakutkan, namun suasananya yang ramai dapat digunakan untuk memperbaiki mood dan memahami apa saja yang terjadi selama ini. 

Setelah mendapatkan dua tiket, Aktiva menghampiri gadisnya itu. Dahi Aktiva berkerut saat melihat tatapan cerah dan juga kagum terpancar dari manik mata cokelat terang gadisnya itu. 

Gadis sombong ini nggak pernah ke Dufan—dewa batin Aktiva berdecak tak percaya. 

Namun saat melihat sinar kekaguman tersebut tanpa sadar Aktiva terkekeh kecil. Tingkah gadisnya yang sangat polos dan terkagum saat melihat wahana membuat Aktiva tak dapat menahan lengkungan senyumannya. 

“Nggak pernah ke Dufan?” Aktiva memecahkan keheningan diantara keduanya. 

Lunashya—gadis itu menoleh dan tersenyum sedih, “Pernah lima tahun yang lalu, dan itu yang pertama.”

Aktiva membelalak tak percaya, “Wait, jangan bilang ini ke dua kalinya.”

“Kalau iya gimana?” tanya Luna polos. 

Lihat selengkapnya