“Bagaimana mempertahankan mereka yang pantas untuk kita pertahankan?”
“Oh, kamu tak perlu melakukannya. Mereka yang pantas kita pertahanankan adalah mereka yang memang tidak pernah benar-benar pergi apa pun yang terjadi.”
Gadis bersurai pirang dengan seragam sekolah khas Academy world Gemilau tengah menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia masih merasa bingung dengan situasi yang terjadi diantara dirinya dan Aktiva.
Aktiva terlihat suram dan mengerikan dengan tatapan tajam dan muka datarnya. Gadis itu bisa merasakannya dari suasana bangun tidur, ketika bangun dia langsung terjingkit kaget saat melihat tubuh kokoh seorang cowok yang tengah tertidur di sampingnya.
Semalam rupanya Aktiva menyusup masuk ke dalam kamar gadis itu, tidur disana dengan memeluk tubuh gadis itu agar amarah dan kekalutannya dapat terobati.
Dahi gadis itu mengerut semakin dalam saat merasakan suasana tegang di meja makan, Aktiva tampak memakan sarapannya dengan tenang namun auranya tidak bisa berbohong, kenyataannya cowok itu masih menyimpan kemarahan.
Sungguh jika boleh jujur Luna lebih suka suasana tenang yang penuh kenyamana, dia juga lebih suka Aktiva yang banyak omong bukan diam seperti ini.
“Boleh aku bertanya?” Luna menatap Aktiva dengan kening berkerut—dia tidak tahan harus seperti ini sepanjang hari, maka dari itu dia harus mengambil resiko untuk bertanya langsung kepada cowok tersebut, ada apa sebenarnya?
“Habiskan sarapanmu cepat, kita bisa telat nanti.” desis Aktiva dengan sedikit membanting sendok makannya, kemudian bergerak meninggalkan Luna.
Luna melonggo. Dia kembali menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal. “Apa salahku sebenarnya, dia sungguh aneh?”
“Sebenarnya apa yang terjadi, aku nggak mengerti sama sekali.” serang Luna setelah mengikuti jejak Aktiva yang berjalan ke ruang keluarga untuk mengambil tas dan jas almamaternya.
Aktiva menoleh, menatap tajam Luna. “Sungguh ironis, kamu nggak mengerti.”
“Hei, aku sungguh nggak tau apa salahku sehingga kamu mendiamkanku.” Luna berdecak pinggang.
“Sudahlah.” Aktiva melongos.
“Aktiva, ih.” dengus Luna.
“Cepat masuk!” dengan muka merah padam Aktiva membukakan pintu mobil buat Luna, dan langsung membantingnya ketika gadis itu sudah duduk di kursi.
“Astaga!” Luna mengelus dadanya, terkejut.
Di sepanjang jalan, Aktiva menyetir dengan sangat kasar, seolah-olah amarahnya kembali memuncak. Luna hanya menghela nafas gusar, dia menatap jalanan dengan pandangan kosong. Luna tidak mau mengambil resiko lagi, maka dia memilih untuk diam dari pada kembali memancing kemarahan Aktiva.
“Tunggu aku nanti, jangan menghilang lagi.” sindir Aktiva setelah keluar dari mobil, melenggang pergi begitu saja.
“Masyaallah, Pms kali tuh orang. Nggak jelas banget kelakuannya,” Luna mengerutu sepanjang kolidor menuju kelasnya.
“Bukan bilang malah diam. Kan kayak gini siapa yang susah, gue juga. Manalah gue tau salah gue apa, kalau dia aja nggak ngomong.”
***
“EH, ASTAGA LO AKHIRNYA DATANG JUGAAA!!!” Chiara berteriak senang. Gadis itu bahkan sampai melompat-lompat tidak jelas di depan pintu XI IPA-1.
“Kenapa?” Luna mengerutkan dahinya bingung saat melihat Queen bee begitu heboh menyambut ke datangnya.
“Lo kemana aja coba? Lo nggak sakit kan? Lo sehatkan? Kenapa semalam lo nggak sekolah? Lo mendadak menghilang emang?” tanya Chiara beruntun sembari mengelilingi tubuh Luna bermaksud melihat keadaan gadis itu.
Luna menaikkan alisnya bingung, “Ada apa sih?”
“Eh, lo jangan pura-pura bego deh. Kemana aja lo semalam, hah!” protes Nara dengan muka kesal.
“Gue semalam?” tanya Luna menunjuk dirinya sendiri.
“Ho'oh.” Chiara mengangguk-angguk.
“Kerja.” jawab Luna singkat.