…diam bisa menyembunyikan luka, tapi tidak menyembuhkan…
Surabaya, 2007
Cahaya pagi masuk perlahan ke dalam kamar, menyelinap lewat celah tirai yang tak sepenuhnya menutup. Udara belum sepenuhnya hangat, dan lantai masih menyimpan dingin malam tadi. Tiara berdiri diam di ambang pintu, seolah enggan mengganggu apa pun yang sedang diam-diam runtuh di dalam kamar itu.
Ratna tertidur di lantai. Bukan tertidur, sebenarnya. Lebih seperti menyerah meski sementara—memberi waktu sesaat umtuk merasa hancur. Selimut tipis separuh menutupi tubuhnya, rambut berantakannya menempel di pipi yang lebam. Sudut bibirnya pecah, ada noda yang seperti darah kering, dan satu tangannya menggenggam sesuatu yang lepas setengah—entah mimpi, entah sisa sakit yang belum tuntas dia lepas.
Tiara melepas napas perlahan. Dia beranjak duduk di salah satu sudut kamar, bersandar menyamping pada salah satu dus berisi tumpukan kertas yang kini terbuka. Sebagian menjuntai, seolah menyemburkan rahasia yang tak sabar ingin dibaca. Beberapa nampak dari luar, berupa nota pembelian buku, kuitansi pembayaran kuliah, praktikum dan lain-lain.