Dijual: Rumah beserta Janda

Aveus Har
Chapter #15

Bab Lima Belas

Apakah cinta? Bagaimana cinta datang? Mengapa cinta bercokol? Melia tidak tahu. Dulu Melia jatuh cinta pada Rendi. Dulu Melia jatuh cinta pada Royan. Ini kali ke tiga Melia jatuh cinta dan dia merasa tiba-tiba kembali menjadi gadis puber belasan tahun yang terpanah asmara tanpa perlu bertanya-tanya. Cinta yang penuh gairah. Cinta yang menggebu-gebu.

Hanya empat jam Melia jalan dengan Dirga ke karaoke dan makan malam, tetapi waktu yang singkat itu sanggup membuat Melia seperti mendapatkan hujan di masa kemarau panjang. Empat jam itu Melia merasakan katertautan seolah laki-laki ini adalah jawaban dari keresahannya bahwa jodohnya sudah habis. Empat jam itu mereka bernyanyi, berbincang, bercanda, tertawa bersama.

Engkau datang

Ketika aku jatuh bangun dan jatuh

Dalam langkah menyusuri kehidupanku yang kelam

Dan hampir-hampir ‘ku tak dapat melangkah lagi ....

Lagu Utha Likumahuwa yang dinyanyikan Dirga di karaoke itu terus menggema dalam kepala Melia. Laki-laki itu berlagu dengan penuh penghayatan dan tangannya selalu menunjuk Melia, dan matanya menatap penuh gairah pada perempuan itu, dan dia tampak sedang jatuh cinta pada Melia.

Tapi, apakah sebuah penghayatan akan lagu bisa dimaknai sebagai kepastian? Rasanya konyol, tetapi demikianlah perasaan yang mengalir deras dalam diri Melia.

Ketika Melia mendapatkan giliran, dia menyanyikan lagu yang benar-benar mewakili perasaannya itu.

Bergetar hatiku

Saat ‘ku berkenalan dengannya

Kudengar dia menyebutkan nama dirinya

Sejak ‘ku bertemu, ‘ku telah jatuh hati padanya ....

Saat itu Melia berpikir bahwa perasaan Dirga serupa dengan perasaannya. Perjumpaan pertama itu terasa seperti telah terjalin sebuah ikatan tak kasat mata.

Bahkan setelah laki-laki itu pulang dan Melia kembali ke salon, perasaan bahagia itu masih meluap dan membuat Melia melihat cahaya di mana-mana.

“Aku jatuh cinta, Na,” kata Melia, di telepon, karena dia sudah tidak tahan untuk mengabarkan ini pada Nana. “Aku tidak menyangka bisa jatuh cinta seperti ini lagi. Rasanya seperti ... pubertas.”

“Wow,” respons Nana, nadanya antara takjub dan hendak tertawa.

“Jangan bilang-bilang Alban,” kata Melia.

“Kenapa?”

“Laki-laki nggak bakal ngerti perasaan macam ini. Pikiran mereka hanya enthus.”

Nana tertawa ngakak.

“Jadi, seperti apa orangnya?”

Wajah persegi yang ganteng, dengan senyum menggoda, nakal, tapi penuh pesona, rambut agak gondrong tetapi rapi dan klimis, anting di satu sisi daun telinga ...

“Kayak ... David Beckham,” kata Melia.

“Yang pemain sepak bola itu?”

“Iya. Aku tidak punya gambaran lain sebagai persamaan.”

 Kali ini Nana sungguh-sungguh takjub. “Ceritakan, kalian kencan?”

Dengan ringkas, antusias, dan penuh gairah, Melia menceritakan dengan urut apa saja yang mereka lakukan.

“Lalu, dia pulang?” tanya Nana.

“Ya.”

“Tidak ada pembicaraan soal ... cinta atau semacam itu?”

Lihat selengkapnya