Dijual: Rumah beserta Janda

Aveus Har
Chapter #19

Bab Sembilan Belas

Dirga memang mencari Melia ketika perempuan itu tinggal di rumah Nana. Dirga mencari Melia, dan dia bertemu Pak RT di perumahan itu.

Pak RT masih dendam pada Melia meskipun telah melampiaskan hasrat. Baginya, jika dia tidak bisa memiliki perempuan itu, tidak akan dia biarkan ada yang mendapatkannya. Itulah mengapa, meskipun dia telah pindah ke rumah anaknya, Pak RT masih belum melepas jabatannya. Dia masih bisa mengawasi setiap orang yang datang untuk melihat rumah Melia lewat informasi Satpam.

Dirga, yang datang ke salon dan tidak bertemu Melia, diberitahu alamat rumah yang dijual itu oleh Indy. Meskipun Indy telah berkata bahwa Melia sedang liburan, Dirga tetap ke rumah itu.

Pak RT sedang di gardu bersama Satpam. Ketika Dirga datang dengan mengendarai moge dan berkata pada Satpam hendak melihat rumah yang dijual, Pak RT langsung turun tangan.

“Mari, saya antar,” kata Pak RT. Dengan membonceng motor Dirga, Pak RT menunjukkan rumah yang dijual.

“Tapi,” kata Pak RT, “Melia sedang pergi liburan.”

“Tidak bisa menengok dalam rumah?” tanya Dirga.

“Saya punya kunci duplikatnya,” kata Pak RT, “Tapi ternyata rumah kuncinya udah diganti. Melia mungkin lupa menitipkan kuncinya pada saya.”

“Belum ada yang berani harganya sejauh ini?”

“Beberapa kali sudah. Tapi, Melia belum cocok sama orangnya, dan yang beli nggak mau kalau hanya rumah.”

“Kalau pulang, bilang rumah itu aku siap beli,” kata Dirga. “Nama saya Dirga; Melia kenal saya.”

Pak RT ingat nama itu. Itu nama yang disebut Melia di salon. Dia tersenyum tipis.

“Kamu pacarnya Melia?” tanya Pak RT.

“Bukan. Kalau Melia cocok, ya, bisa. Kalau tidak, ya, sama seperti pembeli yang lain,” sahut Dirga, tertawa.

Di salon itu, dalam ingatan Pak RT, Melia menyebut Dirga sebagai calon suaminya. Melia berbohong. Melia berbohong untuk alasan menolak lamarannya. Mengetahui itu, Pak RT semakin benci pada Melia.

“Ada juga yang udah saling cocok, tapi kemudian batal,” ujar Pak RT.

“Kenapa?” tanya Dirga.

“Melia punya toh, tanda lahir, di sini,” Pak RT menepuk selangkangan. “Artinya, suami-suaminya selalu naas, selalu mati.”

“Itu hanya mitos, kan?”

“Itu benar; saya lihat sendiri, kok. Melia memang mempunyai tanda lahir di sini.” Pak RT menepuk selangkangannya lagi.

“Beneran?”

“Mau bukti? Saya punya fotonya.”

“Foto asli apa rekayasa komputer? Bikin rekayasa komputer gampang.”

“Dijamin asli; saya yang motret sendiri,” kata Pak RT, lalu menolehi sekitar demi menyadari kelepasan bicara rahasia. “Ini rahasia.”

Dirga memandang tajam. Pak RT gelagapan, cemas akan sesuatu yang melintas di pikirannya.

“Boleh lihat?” tanya Dirga.

Pikiran bisnis Pak RT bekerja dengan baik. Dia mengeluarkan ponselnya.

“Boleh, tapi bayar,” katanya.

“Kalau begitu saya beli saja.”

“Fotonya?”

“Sekalian hapenya.”

Lihat selengkapnya