Di suatu desa yang sunyi dan tenang, bersenandung suara burung hantu amat merdu sekali di sebuah pohon beringin, dekat rumah seorang perempuan paruh baya keturunan kompeni. Rumahnya itu begitu menyala. Dan di atas bumbungan atap, tampak segerombolan kelelawar, sementara berpusing sambil membuat ricuh, di bawah terangnya cahaya bulan purnama pada malam Jumat kliwon.
Serta kemilau cahaya bulan purnama itu, sanggup menarik orang-orang musyrik untuk mengubah wujud mereka menjadi manusia jadi-jadian. Sebagaimana hal gaib tersebut, biasanya hanya menjadi sebuah mitos di pedesaan yang jauh dari keramaian. Maka demikianlah orang-orang musyrik tersebut, kini telah menyelinap dan bersembunyi di antara para penjajah di tanah sekarat ini.
Malam semakin dingin. Orang-orang mulai mematikan lampu, dan satu-persatu rumah-rumah menjadi gelap, tinggal seruas obor saja yang masih menyala-nyala di pelataran, sampai mereka terbangun pada waktu hari menjelang terang. Tapi bagi sebagian orang malas, malam hari adalah waktu yang tepat untuk merampok di rumah sang juragan tanah.
Di depan pos kamling itu, tampak dua orang bujang menggigil panjang, setelah dihantam angin sumilir yang sementara menguasai malam. Sambil menyalakan senter, keduanya mengambil pentungan kayu dan mulai berkeliling desa untuk mengawasi orang-orang bebal yang hendak membuat onar.
Para koyok mendadak muncul dari semak-semak, dan langsung menggonggong ke rumah besar yang masih menyala itu. Kedua bujang segera meraih batu untuk mengusir para koyok. Seketika para koyok menggeram pendek, lalu lenyap ke dalam semak. Sekonyong-konyong jendela di rumah besar itu terbuka, kedua bujang langsung kabur melarikan diri.
Sebab pernah diceritakan oleh seorang laki-laki kepada penduduk desa, bahwa ketika ia menerima pekerjaan dari seorang perempuan keturunan Belanda, untuk membersihkan ruangan di dalam rumah tersebut, ia takjub, sewaktu melihat sebuah patung berbentuk siluman, berdiri tegak bagaikan dewa yang mereka sembah.
Ia juga mengatakan, kalau di ruang tamu terdapat berbagai koleksi antik batu-batu giok, lukisan-lukisan kaligrafi dengan huruf yang menyerupai tulisan mantra, beserta foto-foto orang-orang aneh terpajang dengan rapi di dinding. Ia sempat berpikir, kalau mereka adalah sekelompok penyembah berhala yang menganggap batu dan patung sebagai Tuhan mereka.
Ada juga kabar yang menyebutkan kalau mereka memiliki sebuah kelainan yang tak biasa, yaitu “susah mati”. Sebab seorang perempuan paruh baya telah berkisah, bahwa sewaktu ia bekerja menjadi pembantu di rumah itu, ia pernah menyaksikan, kalau majikannya perempuan sudah mati selama satu minggu, dan hidup kembali, setelah kedua anak gadisnya menuangkan sebotol cairan ke dalam mulutnya.
Semenjak gosip-gosip itu menyebar luas, penduduk desa mulai mencurigai kalau mereka merupakan bagian dari keluarga orang-orang musyrik. Mereka langsung dijauhi dan dianggap sebagai penyakit oleh penduduk desa. Sehingga mereka dikenal sebagai keluarga penyihir, seperti dalam cerita dongeng dari negeri di seberang lautan sana.