Tuhan dan malaikat hanya akan bicara atau menampakkan wujud-Nya, hanya pada setiap orang tertentu dan itu bukanlah dirinya, si perempuan hina, yang berusaha mengingat kembali masa lalunya.
Hingga satu jam berlalu, ia melongo ke langit menunggu Tuhan bersuara padanya, menyerupai boneka mati yang tak bergerak sama sekali. Pikirannya terombang ambing, bagaikan kapal kosong tanpa awak dan nahkoda di lautan lepas, menunggu untuk diselamatkan.
Ia masih heran pada dirinya sendiri, sebagaimana ia telah hampir bosan menunggu Tuhan menjawabnya dari langit. Ia lalu menyindir, seolah-olah ia memberi isyarat, bila dirinya merasa diabaikan oleh sang penguasa alam semesta.
Ia berkata, “Aku tahu, pasti Kau akan diam dan tak mau bicara padaku, seorang perempuan laknat yang Kau anggap hina ini. Tapi, aku masih sedikit bermohon padaMu untuk mengembalikan semua ingatanku. Karena hanya Engkau saja satu-satunya Tuhan yang masih kuingat dengan jelas.”
Entah siapa Tuhan yang ia maksud itu. Ia kemudian melanjutkan, “Aku tak mau berpanjang lebar lagi, kuberi Kau waktu lima belas menit untuk bersuara padaku, sebelum aku menghapus Engkau selamanya dari dalam diriku.” Sungguh berani ia mengancam Tuhan.
Ia benar-benar telah memulai permusuhan dengan Tuhan. Itu suatu kesalahan fatal, seperti mengubah sebuah ayat firman Tuhan di dalam kitab suci. Tak ada manusia mana pun bisa mengadili Tuhan, melainkan Tuhanlah yang harus mengadili manusia.
Memang, di dalam diri Ratna Mewangi keyakinan itu sudah lama musnah. Tapi Tuhan, ia masih tahu. Hanya sebutan “Tuhan” saja dan ia tak kenal nama sang penyelamat. Ia hanya tahu, kalau Tuhan adalah tempatnya untuk memanjatkan doa.
Sebab ia selalu menganggap Tuhan berbeda dengan keyakinannya, dan beranggapan, kalau Tuhan bisa turun dari langit seperti malaikat, dan berbicara langsung padanya. Itu adalah sebuah kesalahan, soalnya Tuhan tak begitu. Pemahaman tersebut, merupakan buah pengaruh buruk dari keluarganya yang ateis.
Setengah jam kemudian berlalu. Tuhan tidak mengindahkan kata-katanya yang tidak waras itu. Ia menjadi kecewa sampai meludah ke atas. “Percuma aku bermohon padaMu. Tidak ada gunanya. Kau pantas di bilang palsu! Kau hanyalah sebuah dongeng. Tidak nyata. Yang menyelamatkan aku dari lubang terkutuk itu bukan Kau, melainkan setan. Aku percaya itu. Dan mulai saat ini, aku tidak akan pernah lagi menganggapMu ada.”