Suara deraian aliran mata air semakin nyaring di telinganya. Ia memacu kedua tangannya lebih kuat meskipun meniti berat lemah tubuhnya, ia harus mendapatkan air untuk bertahan hidup. Tiga kali ia menarik tubuhnya, ia berhenti sejenak mengambil napas. Ia hampir mati kelelahan.
Napasnya memburu. Aliran mata air telah berada di depan mata. Tak ingin mati konyol, ia mengerahkan seluruh sisa-sisa tenaganya meniarap ke mata air itu, dan akhirnya ia terselamatkan. Ia lalu mengais dengan kedua tangannya, dan meneguknya satu-satu kali, merasakan segarnya air dingin penyambung kehidupan.
Tenggorokannya seketika menjadi lega, sehingga setengah jiwanya yang pingsan, kini sadar kembali. Kondisinya perlahan mulai berangsur pulih. Sehabis satu tegukan terakhir, ia mengerok mengeluarkan angin-angin kesialan, tengah bersarang di dalam tubuhnya, dan ia jadi serasa hidup untuk ketiga kalinya.
Setelah dikenyangkan air, ia menangkup badannya. Tampak, langit malam mulai memperlihatkan para pujangga cahaya kelabu, serta bintang-bintang murung di angkasa. Sinar bulan perlahan ditarik oleh awan dan cakrawala langit malam akan menunjukkan rupanya.
Tapi kabut masih sedikit memasung pandangan mata. Hujan diganti oleh gerimis dan sang dewa petir perlahan menutup diri. Semrawut suara cicit kelelawar terbang mondar-mandir, di sekitaran mata air memberinya sedikit hiburan kecil. Decit segerombolan tikus hutan yang melintas di sebelahnya, seolah-olah sengaja meledeknya.
Beberapa tikus-tikus keladi muncul malu-malu terus mendekat, dan mengendus-enduskan hidung mereka pada kulit Ratna Mewangi. Sebentar pula para tikus itu singgah lalu pergi. Ada yang bertahan tapi tak lama. Sebab mereka (gerombolan tikus hutan) segera diusir secara paksa.
Suara kempit si kodok, berbunyi di tengah rawa kecil tempat genangan air penuh jentik nyamuk dan kecebong. Suara nyaring si jangkrik, turut berirama di belakang daun kering. Dengungan kepakan sayap gerombolan nyamuk datang menyerbu.
Mengiang-ngiang silih berganti di sekitaran telinga hingga wajahnya. Nyamuk lainnya santai berkeliling pada sengau hidungnya sebelum ada yang tersedot ke dalam. Sebagian, lebih dulu menempel di kulitnya dan lagi enak-enakkan menikmati rasa amis darahnya.
Sang kunang-kunang, si binatang malam yang penuh misteri terbang berkedip-kedip memancarkan cahaya hijaunya. Mereka (si kunang-kunang) beramai-ramai menyeberang di depan matanya. Seekor, kemudian hinggap di kulit tangannya yang lembut, kian sedikit keriput karena dirunjam dingin.