Cantik jadi tak berdaya sebab Ibunya telah menyiratkan segala bentuk omong kosongnya, supaya tak membuat setan yang mendiami tubuh Cantik membuat keributan. Setelah berbohong demikian pada Cantik, Ibunya memandangi para warga di pinggir jalan yang kelihatan masih mendesas desuskan kejadian yang baru saja lewat tadi.
Ibunya lalu menyambangi mereka. Cantik dan Bi Lastri mengekor di belakang. “Apa yang sementara kalian gosipkan?” tanya Ibunya Cantik.
Salah satu perempuan yang mulutnya moncong serupa gagang panci kemudian berkokok: “Tidak kok Bu, kami tidak bergosip. Kami hanya menunggu suami-suami kami pulang dari sawah. Itu saja,” katanya dengan wajahnya yang sungguh menjengkelkan.
“Oh. Kenapa tidak tunggu saja di rumah, bu? Kenapa musti di sini?” tanya Ibunya Cantik sekaligus menyerang balik.
Perempuan kampung itu yang dikenal sebagai “penggosip”, memandang Ibunya Cantik dengan wajah idiotnya. Ia dan perempuan-perempuan itu pun tahu, kalau suami mereka sudah pulang di rumah dan sempat melihat kejadian tadi tapi mereka masih saja berdusta. Mereka pikir keluarga Cantik mudah dibodohi.
Kenyataannya, mereka secara normal adalah orang konyol dan idiot. Mereka akan bergunjing, jika yang mereka lihat itu sebagai pertunjukkan mengasyikan atau menyebarkan gosip palsu. Maka gosip yang mereka bicarakan itu akan menyebar seperti penyakit mematikan. Bahkan mampu menyeret orang-orang di sekitar kampung mereka terjangkit gosip menyebalkan tersebut.
Mereka seolah mencetak koran palsu serta memperbanyak isinya, lalu menjualnya pada setiap orang yang mereka temui. Mulut para penggosip, cepat bereaksi pada setiap kegaduhan kecil yang mereka lihat. Kemudian memanggil orang-orang yang mudah dihasut, untuk berkumpul dan membuat cerita gempar tersembunyi.
Mereka ingin, supaya orang-orang mengenal mereka sebagai mega bintang terkenal, serupa pemain film komedi jaman dulu. Orang-orang akan memberi mereka pujian menjijikan dan menertawakan mereka, dengan kesempurnaan yang mengecoh. Para penggosip itu akan jadi kalap, ketika menerima sebuah pertanyaan yang sangat menikam mulut buas mereka.
Mereka pasti belepotan dan wajah mereka akan bertelengkup di bawah celananya sendiri, malu, dan memandang diri mereka yang sok berlagak seperti putri raja di dalam dongeng anak kecil. Maka Ibunya Cantik adalah orang yang akan membungkam mulut mereka, dan memulangkan mereka ke kandangnya masing-masing.
Ia kemudian berkata pada para perempuan-perempuan penggosip itu, “Tadi barusan saya lihat, suami-suami kalian mampir ke sini lalu pergi. Apa saya tidak salah lihat? Atau omonganku ini masih kurang jelas ibu-ibu?”
Mereka tampak mati gaya dan tidak berani menjawab, hanya membuang senyum kusut. Sebelum Ibunya Cantik menambah malu si perempuan penggosip yang wajahnya menjengkelkan itu, suaminya telah lebih dulu mempermalukannya di antara orang banyak di situ.
Suaminya berteriak demikian dari seberang rumah Cantik: “anak mereka minta susu.” Bagai dilempari sampah pada wajahnya yang sumpek itu, ia harus menanggung rasa malu akibat ulah emosi suaminya sebab, ia belum memberi susu pada anak mereka. Tak banyak berlagak, ia langsung pergi melarikan diri tanpa meninggalkan sepatah kata.
Orang-orang lain yang tersisa, langsung berhamburan pulang, sebelum ada lagi yang dibuat malu oleh keluarga mereka sendiri. Begitulah yang dilakukan Ibunya Cantik untuk mengusir para orang-orang bebal itu. Memang harus seperti itu, tak boleh tunduk pada mereka yang hobinya bergosip, mengalahkan kebiasaan serigala yang meraung di bulan purnama.