Cantik dan Ibunya yang berada di balik batang pohon besar, berpelukan erat mendengar suara tembakan-tembakan dan jeritan dari pelataran rumah mereka. Seorang perempuan penakut, kini tertunduk tanpa daya. Sekujur tubuhnya gemetar berderai keringat, melihat jasad mereka si pejuang bangsa yang mati di depan matanya.
Seketika ia ketakutan lalu berteriak histeris. Sejenak ia memandangi sekeliling; tak ada yang melawan. Tinggal ia saja yang berdiri tanpa luka. Yang lain sudah tak bernyawa. Napasnya memburu cepat. Keringat bercucuran menggantung di dahinya. Perempuan itu jadi panik. Ia lantas berlari ke luar pelataran sembari menjerit kegilaan.
“Tembak si pemberontak yang lari itu! Jangan biarkan dia lolos!” perintah Jenderal Johans.
Kyai Tedjo berteriak, “Jangan!” namun peluru sudah lebih dulu menembus belakang si perempuan itu. Naas, ia mati sebelum lenyap dari pandangan orang-orang biadab tersebut. Kyai Tedjo tak bisa apa-apa lagi. Ia hanya bisa mengutuk perbuatan mereka. Sekarang hanya tinggal dirinya, Bapak Cantik dan Bi Lastri saja yang masih bernapas.
Jenderal Johans terpingkal melihat semua penduduk yang melakukan perlawanan telah kalah. Ia tampak seperti orang gila yang sedang menertawakan seekor anak kambing, yang tersesat di tengah kandang macan.
“Lihat, para pahlawan kebanggaanmu itu sudah mati, dan doamu tak akan bisa menghidupkan mereka kembali mereka dari kematian. Hahaha!” Ia tertawa meledek, kepada Kyai Tedjo. “Tuhanmu itu, sekarang mengabaikanmu.”
“Kurang ajar kau orang durjana!” umpatnya. “Tak habis-habisnya kau kukutuk. Mudah-mudahan kau mati, jiwamu akan dilempar ke neraka! Aku bersumpah!” Kyai Tedjo melaknatnya.
Heh! Jenderal Johans meremehkan ucapan Kyai Tedjo. Tiba-tiba, langit bergemuruh kencang menimbulkan petir yang dahsyat di langit. Jenderal Johans dan semua bawahannya yang berdiri di situ, terkejut dan mereka semua memandang ke angkasa.
“Apa kau sudah lihat orang biadab! Tuhanku itu tidak pernah mengabaikanku. Dia melihat semua perbuatan kalian. Dan kalian tak akan luput dari pandanganNya. Para manusia terkutuk!”
Ucapan Kyai Tedjo seakan-akan langsung sampai ke telinga Tuhan dan membuat langit berguncang hebat, dengan petirnya yang mengerikan membentang di langit gelap. Ucapan dari Kyai Tedjo itu akan menjadi tulah, bagi mereka, para penjajah dan pengkhianat bangsa yang berjiwa musyrik.
“Lebih baik kau pikirkan saja dirimu, yang akan menemui ajalmu. Tak usah menceramahi kami. Kau itu hanyalah kebohongan yang dibuat-buat oleh Tuhanmu sendiri,” kata Surti sambil memiringkan bibir sebelah. Ia tampaknya menyepelehkan ucapan Kyai Tedjo.
“Enyahlah kalian orang-orang biadab! Tuhanku akan membinasakan kalian!” Kyai Tedjo berseru.
“Nyai, aku sudah muak mendengar omong kosongnya,” bisik Togar pada Surti. “Dia pikir, apa yang dia bilang itu sudah benar dan Tuhan akan mengangkat dirinya itu menjadi malaikat-Nya. Heh, dasar goblok.”
“Tutup mulutmu dan lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya,” balasnya.