Akhirnya para serdadu Belanda yang mengejar mereka berdua itu pun sudah sampai di situ. “Mau lari ke mana kalian berdua?” sergah si pemimpin serdadu.
“Ibu bilang pergi!” pekiknya menatap Cantik dengan air mata.
“Ibu!” serunya sembari ia memangkas jarak—meninggalkan Ibunya sendirian menantang maut, seiring kabut tebal melenyapkan wujudnya perlahan-lahan.
“Kejar putrinya! Jangan biarkan lolos,” perintah si pemimpin serdadu.
Belum terlalu jauh ia melarikan diri, bunyi letupan senapan bergaung di balik kabut. Ia memandang ke belakang. Ibu, gumamnya menahan tangis dan bebalnya dalam hati sambil menyeka air matanya. Lalu ia kembali menerobos kedalaman hutan terlarang itu menyimpan segudang dendam. Tanpa lelah ia menambah laju gerak kakinya yang serasa lepas, meskipun ia rasa, tak kuat untuk melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Tapi ia harus tetap hidup, demi orang-orang tercinta yang sudah berkorban untuk dirinya.
Ia terus berlari menyusuri lebatnya hutan itu tanpa arah dan tujuan, walaupun tinggal sedikit kekuatan yang dimilikinya. Napasnya memendek seketika. Ia kelelahan setengah mati. Langkahnya kemudian terhenti, di bawah pohon cendana tua yang memanjang ke atas, bagikan raksasa hitam yang sedang memantau dengan mata merahnya dari atas langit. Ia duduk sebentar dan bersandar di bawah pohon itu dengan kaki terjulur.
Matanya layu seperti akan redup dan napasnya melambat. Pelariannya cukup menguras banyak tenaga, hingga membuat dirinya hampir saja meninggal. Dan bersisa lima puluh langkah lagi, orang-orang biadab itu akan mendapati dirinya tersudut di bawah pohon besar itu. Ia lantas memaksa tubuhnya yang sudah tidak berdaya, untuk bangkit dan kabur sebelum dirinya tertangkap.
Dan celakanya, belum sempat ia berlari jauh, cahaya senter dari seorang serdadu Belanda telah mengenai bagian belakang tubuhnya. Ia terciduk! Seorang serdadu, langsung berteriak, “Komander, itu si Cantik!” Si pemimpin serdadu terbelalak dengan mukanya yang bejat. “Tangkap dia!”
Namun para dedemit penunggu hutan terlarang, sepertinya tidak akan pernah membiarkan calon ratu mereka ditangkap orang-orang biadab itu. Mereka lalu mendatangkan gumpalan kabut tebal, dan segera melenyapkan Cantik dari pandangan mereka. Demikianlah orang-orang biadab tersebut kehilangan jejak Cantik.