Setelah membunuh si gadis, Ratna Mewangi segera naik ke atas, meninggalkan tempat permandian air panas tersebut. Tetapi, hendak ia melarikan diri ke dalam pepohonan, ia berpapasan lagi dengan Sumarni yang kelihatan takut-takutan, gugup, dan gemetaran. Sumarni terpandang berdiri di sebelah batang pohon besar itu. Ratna Mewangi dibuat curiga. Ia memandang tajam pada Sumarni, Sialan! Jangan-jangan, si perempuan sinting ini sudah melihat semuanya, pikirnya dalam hati. Ia menengok ke arah bawah, ke tempat permandian air panas: jasad si gadis yang baru saja dia bunuh, tergeletak begitu saja di bawah pancuran. Dan genangan air di dalam permandian telah berwarna merah. Sedangkan sepasang laki-laki dan perempuan yang berada di bantaran sungai, masih terlihat sibuk mengurusi kerbau mereka. Belum tahu, kalau di tempat permandian yang tak jauh dari situ, si gadis telah dibunuh.
Masih terjebak dalam situasi yang sangat genting, Sumarni lalu mengangkat jari telunjuknya ke arah Ratna Mewangi. Ia tampak ingin sekali berteriak. Tetapi mendadak, wajah Sumarni mengencang. Mulutnya tak bisa bicara, seperti dicekik di leher. Ratna Mewangi jadi bingung. Sekelip mata, di belakang Sumarni, ternyata ada arwah Murni yang mencekik lehernya, kemudian melempar tubuh Sumarni ke batang pohon. Ia muntah darah dan mengerang kesakitan. Ia tak berdaya. Arwah Murni dengan cepat berpindah ke depan Sumarni, mencekik lehernya, dan mengangkat tubuhnya ke atas. Sumarni mengambang beberapa sentimeter di atas tanah dengan napas bengap.
“Bunuh dia!” seru arwah Murni.
Ratna Mewangi cepat-cepat menghampiri Sumarni yang kelihatan serupa di gantung di atas pohon. Saat itu belum ada satu orang yang datang ke permandian air panas itu. Sepintas, wajah Sumarni jadi rawan, kasihan, dan menderita. Membikin hati Ratna Mewangi sedikit tersentuh. Timbul keraguan baginya untuk menghabisi Sumarni, yang sudah mengeluarkan air mata dan mulutnya yang berdarah. Namun, setan dalam dirinya langsung bereaksi, apa bedanya waktu dia menghabisi si gadis yang tak tahu apa-apa itu, dibandingkan si perempuan gila ini yang sering membuat gaduh? Ia lantas berpikir matang-matang. Ditambah lagi ia memang ingin menghabisi Sumarni, sebab kekonyolan yang sempat dibuatnya beberapa jam lalu.
“Tunggu apa lagi, lakukan! Sebelum mereka melihatmu,” perintah arwah Murni.
Adapun, sepasang laki-laki dan perempuan itu telah selesai mengurusi kerbau mereka, dan sementara menuju ke tempat permandian air panas. Tanpa berpikir panjang lagi, Ratna Mewangi secepatnya menyudahi riwayat Sumarni. Ia mengiris leher Sumarni, dengan pisau yang baru saja ia gunakan untuk menghabisi si gadis di permandian air panas di bawah. Kisah hidup si perempuan gila Sumarni, akhirnya harus berakhir di tangan dingin Ratna Mewangi. Setelah membunuh Sumarni, ia menengadah ke langit sambil membuang napas.
Langit tiba-tiba menggelap dan rintik hujan perlahan membumi. Ratna Mewangi pun lekas-lekas pergi dari situ, sebelum ada orang yang datang. Dan singgahlah ia di sebuah gubuk kecil yang berjarak tiga ratus meter lebih dari tempat ia membunuh Sumarni, sebab hujan mulai deras berjatuhan. Gubuk kecil itu, tampak sudah lama tak digunakan orang, soalnya sudah banyak ditutupi oleh semak dan belukar. Hingga bila dipandang sekilap mata saja, gubuk itu hanya seperti belukar yang berdaun rimbun. Tidak bisa lagi dikenali orang-orang. Gubuk kecil itu barangkali dulunya bekas tempat orang-orang desa mengolah kopra, karena banyak terdapat tumpukan tempurung dan kulit buah kelapa yang dikupas.