DIKEJAR DOSA

Donny Sixx
Chapter #36

Perempuan tua misterius

Sambil berjalan menuju ke penginapan para pemberontak busuk itu, mereka berbincang-bincang dengan Ratna Mewangi melewati jalan setapak yang gelap, dan hanya diterangi oleh sebuah senter. Lalu tibalah Ratna Mewangi di markas mereka yang tersembunyi: rumah kayu yang tidak terlalu besar. Maka dipersilakan masuk Ratna Mewangi itu ke dalam markas. Ruangannya tampak tidak berisi apa-apa. Cuma mempunyai satu kamar tidur saja.

“Maaf neng, tempat kami tidak begitu bagus,” kata Onjong menyegir. Ratna Mewangi memandang-mandangi sekeliling.

“Itu kamarnya, neng,” kata Onjong. Letak kamar itu, berada di samping jalur menuju ke ruangan belakang. “Kalau sudah mengantuk, tidurlah, biar kami yang di luar.” Ia menyegir lagi.

Sebab matanya mulai terasa lelah, Ratna Mewangi segera beranjak masuk ke dalam kamar tersebut. Tanpa berpikir bahaya yang mengintai. Tetapi, tenang saja, ada arwah Murni yang menjaganya. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang beralaskan kasur putih, yang tidak terlihat lagi kalau itu adalah kain putih. Ia memandang langit-langit di atasnya. Puluhan sarang laba-laba menjuntai dan segerombolan semut sedang merayap di badan kayu. Kotor dan sepertinya sama sekali tak pernah dibersihkan. Lama-kelamaan matanya perlahan mulai meredup, seiring kesunyian malam yang dihibur alunan suara burung hantu yang begitu merdu memanggil lelap. Beberapa jam kemudian. Di tengah malam itu. Mendadak, ia terjaga oleh kegaduhan yang timbul di belakang pintu. Sekilas, wajah Onjong mencuat di belakang tingkap di atas pintu. Wajah Onjong tegang menyiliknya yang lagi rebahan di atas tempat tidur. Tetapi Ratna Mewangi tidak terlalu memusingkan hal itu. Sebab ia tahu, arwah Murni mengawasinya. Ia kemudian menutup matanya kembali. Tidak berselang lama setelah itu, kegaduhan makin membludak. Terdengarlah suara pertikaian yang luar biasa hebatnya, menggema di luar pintu kamar.

“Kubunuh kalian!”

“Sini! Maju sialan!”

“Dasar kalian bajingan tak tahu diri!”

“Bunuh dia!”

Tengah malam yang sunyi, kini telah berganti malam yang mencekam. Ratna Mewangi segera beranjak dari tempat tidurnya dan merapat ke dinding yang terbuat dari kayu. Di situ, ia mengintip ke luar kamar dari celah dinding yang terbuka, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di situ. Ia akhirnya melihat: Onjong dan tiga kawannya terlibat pertikaian berdarah. Mereka saling bunuh menggunakan pisau. Teriakan mereka membuat kacau di dalam ruangan. Beruntung, markas mereka bisa di bilang jauh dari rumah-rumah penduduk, sehingga tak ada orang lain yang mengetahui kejadian itu. Hanya Ratna Mewangi saja yang menjadi satu-satunya saksi bisu di malam yang petaka.

Ia cepat-cepat menyembunyikan pisau keramatnya di dalam lengan panjangnya untuk berjaga-jaga. Setelah pertikaian berakhir, tinggallah Onjong yang masih berdiri memegang pisau bermandikan darah. Tiga temannya sudah terkapar tak bernyawa di lantai penuh luka tusuk. Sedangkan Onjong hanya terdapat beberapa luka tusukan di kedua tangan, dan satu pada bagian belakang. Sekonyong, ia berteriak kuat. Si burung hantu yang bertengger di ranting pohon, berpusing di atas atap, mengeluarkan suara celaka. Onjong kemudian mendobrak pintu kamar untuk mendapatkan Ratna Mewangi. Kelihatan, Ratna Mewangi telah berdiri dengan sikap waspada.

“Kami terlanjur saling bunuh karena tubuhmu itu. Sekarang, aku tak bisa menahan diri lagi. Lebih baik, biarkan aku memuaskan nafsuku, daripada kau kubunuh,” ancamnya kepada Ratna Mewangi yang dilihatnya seperti perempuan dengkik. Padahal, ia tidak tahu, kalau mangsa yang ada di depan matanya itu, memiliki pengawal dari kematian.

Lihat selengkapnya