DIKEJAR DOSA

Donny Sixx
Chapter #37

Tanda luka

“Mampirlah di rumahku,” kata si perempuan tua bungkuk. “Kau sementara bisa beristirahat di rumahku sampai besok. Di kampung sempit ini, kau tak akan menemukan penginapan.” Burung hantu yang mengikuti Ratna Mewangi berkicau lebih ricuh di udara. Lagi katanya, “Tak baik berlama-lama di sini. Para dedemit yang tertarik padamu, barangkali sudah datang. Ikuti aku.”

Si perempuan tua bungkuk, berjalan mendahului. Sebab sudah tak ada pilihan lain lagi, Ratna Mewangi Mewangi terpaksa mengikuti si perempuan tua bungkuk itu sampai di rumahnya. Ketika tiba di depan rumahnya, Ratna Mewangi tak mendapati tempat yang terbilang nyaman, melainkan sebuah rumah tua yang tampak reyot dari luar. Dua tiang kayu penyangga di depan rumah banyak terkelupas, serta berlubang-lubang, dan dindingnya terbuat dari anyaman bambu yang sudah lapuk.

“Masuklah,” ajak si perempuan tua bungkuk sambil membuka pintu.

Ratna Mewangi melangkah masuk. Si perempuan tua bungkuk segera menyalakan lampu gantung. Seluruh ruangan menjadi terang. Alangkah sialnya apa yang dilihat Ratna Mewangi: dapurnya bobrok seakan tak pernah digunakan, dan hanya terdapat sebuah belanga kecil di atas perapian untuk mematangkan air dan beras. Yang lebih parahnya lagi adalah kamar mandi sekaligus toilet, bersebelahan dengan kandang kambing dan ayam. Sekat kain penutup juga sudah kusut dan compang-camping, sehingga bau kotoran kambing dan ayam menguar—masuk ke dalam kamar mandi menyebar ke seluruh ruangan. Semuanya tampak tak terurus. Kecuali satu-satunya kamar tidur di sudut ruangan tengah yang terpandang masih layak.

“Jangan berpikir kau akan mendapatkan kamar bagus dengan kasur yang empuk, perempuan asing. Aku sendiri menyebut tempat ini bukanlah rumah, melainkan sebuah gubuk. Tapi, gubuk ini sudah menghidupiku selama puluhan tahun,” kata si perempuan tua bungkuk. “Duduklah.” Tiba-tiba, bau busuk dari kotoran binatang menelusup hidung Ratna Mewangi. Ia menutup sedikit hidungnya untuk menangkal bau.

“Apa kau sudah makan?” Ratna Mewangi mengangguk (padahal belum).

“Aku rasa belum,” pikirnya, “kau mungkin jijik dengan tempat ini.” Ratna Mewangi menggeleng.

“Tidak, mbah, sama sekali tidak ....”

“Aku tahu apa yang ingin kau katakan,” tukas si perempuan tua bungkuk. “Tunggulah di sini, kuambilkan makan di dapur.” Si perempuan tua bungkuk beranjak ke dapur. Tak lama, ia kembali membawa sepiring nasi jagung berisi: singkong, daun singkong, ikan asin, dan semangkuk air putih.

“Ini, makanlah,” katanya menaruh makanan itu di atas meja.

“Terima kasih, mbah,” ucap Ratna Mewangi.

Lihat selengkapnya