“Kau seperti orang mati,” kata arwah Murni pada Ratna Mewangi yang sedari tadinya berdiam diri. “Kalau kau takut mati, lebih baik tak usah kau teruskan. Pentingkan saja untuk menggenapi tumbalmu. Tak perlu balas dendam.”
Ratna Mewangi lalu bersuara, “Aku tak takut mati. Kau tentu sudah paham.”
“Kau susah ditebak,” kata arwah Murni.
“Bukan baru kali ini kau mengenalku,” balas Ratna Mewangi. Tak banyak bicara lagi arwah Murni langsung menghilang.
Di suatu siang yang kelabu, di markas para pemberontak, tak sengaja Ratna Mewangi melihat, Joko sedang keasyikan bermain dengan seorang perempuan jalang di dalam ruangan, ketika ia mengintip dari celah dinding luar ke dalam ruangan. Suara desahan dari dalam itu terdengar kuat dan sangat mengganggu. Tetapi anak buah Joko tampaknya tak tergoda. Mereka terlihat santai. Barangkali mereka sudah terbiasa. Lima belas menit kemudian, keluarlah si jalang dari dalam ruangan bersama Joko.
“Ucok, antarkan dia pulang,” perintah Joko sembari menyalakan rokok.
“Siap bang,” balas Ucok bergegas menuju ke dalam truk. Si perempuan jalang mengekor di belakang Ucok.
“Neng, sebentar giliran abang ya,” goda salah satu anak buah Joko dengan senyum manis. “Abang kasih lebih!” yang lain kegirangan. Joko menggeleng agak kesal. Dan sebelum naik ke dalam kendaraan, si perempuan jalang membalas, “Iya bang di tempat biasa ya.” Sekilap para anak buah Joko tertawa kegirangan, dan Ucok segera berangkat mengantar si perempuan jalang.
“Pasti si Ucok mengambil kesempatan di dalam mobil,” kata anak buah Joko.
“Namanya juga lelaki, tinggal tambah ekor sudah jadi binatang,” celetuk yang satu. Lantas mereka tertawa bersama-sama.
Di pinggir jalan yang sepi, tepatnya di bawah pohon cendana tua, Ucok pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia menjimak si perempuan jalang tersebut hingga merintih kesakitan. Sampai-sampai suaranya bergema ke luar, dan truknya bergoyang hebat, bagaikan diterjang gempa bumi. Mujur, suasana di situ masihlah sepi dan belum ada orang yang melintas. Sementara itu, di markas pemberontak, Ratna Mewangi kini tengah berbincang dengan Joko di ruangannya. Tetapi Ratna Mewangi kelihatan kikuk, sebab barangkali saja, ia masih terbayang apa yang dilakukan Joko bersama si perempuan jalang tadi.
“Kau tampak aneh, kenapa?” tanya Joko.
“Tidak,” jawab Ratna Mewangi menggeleng.
“Hem.” Joko mengangguk pelan. “Besok, aku akan menugaskanmu untuk memata-matai perkampungan Arai.”