Cerutu di tangan Nyai Sarah menyala terang di kegelapan ruangan, asapnya membentuk lingkaran-lingkaran kecil yang berputar pelan sebelum hilang ditelan udara. Ratna Mewangi merasakan hawa panas dari cerutu yang terbakar, namun tidak sebanding dengan panas yang membara di dadanya.
“Apa wajahku ini sudah tersebar sampai ke wilayah sebelah?” tanyanya.
“Namanya buronan, pasti wajahmu sudah dipajang di mana-mana,” jawabnya.
“Kurang ajar.”
“Di luar juga orang-orang banyak pada bergunjing, kalau si Joko, pemimpin besar para pemberontak di bagian Selatan telah ditangkap dua yang hari lalu.”
“Apa?” Ratna Mewangi terkejut, sebab di bagian Selatan dihuni markasnya si Joko.
“Dari yang kudengar, kalau kaki tangannya sendiri yang berkhianat.”
Ratna Mewangi kemudian teringat pada satu orang. “Ucok, dasar kutu najis! Bajingan!” gumamnya.
“Besok dia akan ditembak mati.”
“Di mana?” tanyanya dengan melemparkan tatapan mata yang begitu tajam.