Diksi Patah Hati

Sutan Azis
Chapter #2

Anomali

Kicauan burung bernyanyi dari sisi kanan luar jendela kamar, serta notif WhatsApp yang tiada hentinya berbunyi seakan masuk ke alam sadar mimpi. Aku terbangun di pagi hari yang ingin kunikmati tidurku sampai matahari tinggi.

"Tam, ayo booking dulu, mau latihan jam berapa?" tanya Akbar melalui pesan WhatsApp yang seakan tergesa-gesa menunggu balasan.

Akbar adalah teman yang asik, agak konyol tapi mampu mencairkan suasana dengan gaya bicaranya yang lucu dan badan tinggi serta kurusnya. Ia mengisi gitar bass di band.

"Wah, iya, Bar. Gue lupa. Nanti gue booking, deh," balasku yang sedikit kaget karena aku lupa ini hari Sabtu. Kami biasa latihan band hari Sabtu dan Minggu, karena dua hari itu kami libur sekolah.

"Lu kebiasaan tidur mulu, si, udah siang juga," balas Akbar dengan sedikit menggerutu.

"Iya-iya. Udah, ah. Gue mau mandi."

"Oh, iya, Bar. Katanya lu mau ajak teman sekolah lu buat isi vokal band kita?" tanyaku memastikan.

"Iya, ini udah gue WhatsApp dia. Gue jemput dia dulu, nanti lu duluan aja sama Zidan."

Satu band juga dengan Tama, ia mengisi gitar dan sahabat dekatnya Tama dari SD. Zidan adalah orang yang asik walaupun rada cuek sedikit, berpenampilan keren, ia juga sedikit konyol, berbadan tinggi kurus, lebih kurus dari Akbar dan berkulit putih.

"Oke, deh," balasku singkat.

Akhirnya aku WhatsApp orang yang memiliki studio musik tempat biasa kami latihan, studio 10 namanya. Berbadan gemuk, kepala botak, ialah Om Bob. Menurutku Om Bob ini mirip sekali seperti Saykoji, ukuran tubuhnya yang sama, gemuk tapi pendek. Kalau aku bilang mungkin saudara yang terpisahkan, hanya saja Om Bob bukan rapper, tapi pemilik studio musik yang sudah lumayan terkenal, dan di studionya ini bukan hanya untuk sekadar latihan saja, tapi bisa juga untuk rekaman single maupun album, sungguh hebat bukan?

Aku booking dari jam 10 pagi sampai jam 12, lalu kukabari teman-temanku.

Sampailah aku dan Zidan di studio 10 pada pukul sepuluh kurang seperempat, kami menunggu Akbar dan temannya sembari bercakap-cakap di depan studio yang beralaskan keramik putih.

"Dan, jadi nanti kita coba mainin lagu Karma?" tanyaku sembari membuka tutup teh botol.

"Jadi, dong. Gue udah belajar dari semalem melodinya. Yang penting vokalnya dulu ini, bisa gak dia," jawab Zidan sambil menyulut sebatang rokok.

Ia memang sangat aktif dalam merokok, bahkan sehari bisa hampir sebungkus sendirian. Mungkin itu penyebab badannya begitu kurus, asupannya hanya asap dari pembakaran kertas dan tembakau, ditambah lagi kopi hitam yang sehari bisa dua sampai tiga gelas menemaninya.

"Iya, si. Soalnya lumayan susah juga ini lagu, udah gitu 'kan Kikan suaranya emang tinggi," jawabku.

Kikan adalah vokalis dari band Cokelat, aku suka musik yang bergenre rock, salah satunya di Indonesia band rock yang vokalisnya perempuan yaitu band Cokelat.

Sampai pukul sepuluh lebih lima menit Akbar dan temannya pun belum kelihatan batang hidungnya. Karena kami merasa tidak enak, aku dan Zidan pun masuk ke studio terlebih dahulu, karena sayang juga waktu yang aku booking akan terbuang. Karena jika kita booking jam 10, ya sudah pasti selesainya jam 11, tidak lebih tidak kurang. Walaupun lebih itu paling hanya 5 menit, anggap saja itu sebagai kebijakkan dari si Om Bob dengan toleransinya.

Sepuluh menit kami berada di dalam studio sembari memainkan alat musik masing-masing. Ketika kami sedang asyik memainkan alat musik, tiba-tiba pintu studio yang tepat berhadapan sejajar dengan posisi drum diletakkan terbuka melebar, lalu masuklah Akbar. Dari balik pintu terlihat bayangan seseorang yang seakan malu untuk masuk, perlahan ia mulai jalan melangkahkan kaki dan masuklah seorang wanita, teman sekolah yang diajak Akbar.

Aku yang dalam posisi duduk memegangi stik drum seakan terpaku dan hanya memandangi senyum manisnya yang melambaikan tangan ke arahku dan Zidan seraya mengatakan "Hai." Lalu kami berdua hanya tersenyum kecil.

Kami pun berkenalan sekadar menanyakan nama dan tempat tinggal. Rasanya tak ingin kulanjutkan latihan ini, ingin kusudahi saja lalu mengajak wanita itu keluar dari studio dan hanya berdua saja dengannya. Tapi itu hanya pikiran jahatku saja yang egois, aku tidak akan menurutinya, aku tidak sudi dikuasai oleh pikiran jahat yang egois itu.

"Ta, lu mau nyanyi lagu apa?" tanya Akbar yang mengambil gitar bass.

Lihat selengkapnya