Wanita itu bernama Ratna. Ia mencoba mencari perhatian kepada siapapun yang lewat di tempat itu. Sebuah tempat di mana dulunya jasad seorang wanita dikuburkan di sana.
Seorang pemuda menggali tanah di antara pohon-pohon karet itu. Air matanya berlinang, tapi keringat yang menetes tak kalah deras membanjiri kepalanya. Antara kesedihan dan rasa lelah yang agak sulit dibedakan terlihat memicu kondisi emosionalnya.
Ia tak sendirian, ada dua orang laki-laki lainnya yang membantunya. Setelah liang lahat itu jadi, ia dibantu seorang lainnya pun menggotong jasad berbalut kain kafan itu pelan-pelan ke dalam.
"Allahu Akbar... Allahu Akbar..." pemuda itu mengumandangkan azan pelan-pelan tepat di samping kepala jasad tersebut dibaringkan. Setelahnya ia pun menutup liang itu dengan papan kayu lalu menimbunnya dengan tanah. Demikianlah kejadian di masa lalu.
"Tolonglah... Tolonglah aku! Aku hanya ingin meminta tolong. Kenapa kalian justru pergi meninggalkanku? Aku bahkan menyanyikan lagu kesukaan kalian. Bukankah seharusnya kalian menyukainya?"
Ratna yang sudah tak berjasad itu menderita dalam kepiluannya. Ia membenamkan wajah sembab itu di antara kedua tangannya. Ia tengah duduk di salah satu dahan pohon di ketinggian.
"HWAHAHAHA... "
Bayangan hitam besar itu muncul lagi. Seluruh dedaunan seolah menjadi kering karena kedatangannya. Mereka meluruh, sampai terdengar suara bergemeresak di antara helai demi helai mereka sendiri.
Bayangan hitam bermata merah itu berada di belakang Ratna. Ia mencekiknya dengan salah satu lengan bersisiknya. Sisik-sisik yang menyayat kulit pucat dan kering di leher Ratna. Hingga dari sayatan itu keluarlah cairan kental berwarna hitam, menetes tetes demi tetes.
Gaun putih lusuh Ratna semakin bernoda oleh tetesan-tetesan itu. Tetesan berbau anyir dan sangat busuk, bahkan serupa bau bangkai.
"IIIIYY HIHIHIHIHI..."
Suara Ratna yang pilu pun berubah menjadi cekikikan yang mengerikan. Ia tiba-tiba saja menjadi gila. Mata sembabnya menjadi melotot seperti mau keluar, kelopak matanya menghitam melingkari hingga ke kantung matanya. Kepalanya miring ke kanan kemudian ke kiri, seperti hendak copot.
"Aku mohon hentikan..." Ratna tak lagi dapat berkata-kata bahkan menangis sekalipun. Hanya hati kecilnya yang berujar dan untungnya sosok hitam besar itu dapat mendengarnya.
"Tidak ada yang bisa kau lakukan!" jawab sosok hitam itu.
"Aku mohon! Jangan jadikan aku untuk menakut-nakuti mereka, aku mohon!" batin Ratna.
"Hahaha... Jiwamu sudah menjadi milikku semenjak pertama kali kita bertemu. Apa kau lupa? Saat itu kau melakukannya bersama lelaki kesayanganmu itu," jawab sosok hitam itu.