Gejolak remaja di antara Dwi dan Ratna mereka salurkan melalui wajah-wajah mereka yang saling beradu. Mereka memainkan tarian lembut dan gerakan yang perlahan di bibir-bibir mereka.
Tiba-tiba sesosok bayangan hitam mengulurkan tangannya dari belakang Dwi. Sosok itu menyapu permukaan lengan, punggung tangan hingga ujung jemari Dwi. Tangan Dwi pun bergerak mengikuti arahan dari sosok itu.
Tangan itu bergerak menyusuri lengan Ratna kemudian berpindah ke pinggang perempuan belia itu. Tangan itu lalu sedikit demi sedikit naik dan ketika hampir sampai di tepi bagian sensitif pada dada Ratna, Ratna pun menangkisnya.
Tarian di wajah mereka pun terhenti. Mereka kini sedikit berjarak. Kedua pasang mata mereka saling sorot, melemparkan kecanggungan satu sama lainnya.
"Tidak akan ada masalah, Sayang. Lakukanlah." Kali ini sosok hitam itu berada di belakang Ratna. Sosok itu berbisik tepat di salah satu telinga Ratna.
Bisikan itu membuat pandangan mata Ratna tak lagi menyorot ke mata Dwi. Ia sudah turun ke hidung lalu ke bibir Dwi. Bibir yang tersenyum ringan, nyaris bergerak dan ada sedikit gemetar di sana. Sepertinya Dwi hendak bicara tapi enggan.
"Apa kamu mencintaiku?" Kata-kata Ratna yang hampir berbisik itu baru saja memecah keheningan di antara mereka.
Dwi meraih jemari Ratna lalu ia menempelkan telapak tangan Ratna ke dadanya. Di sana Ratna bisa merasakan degupan jantung Dwi. Degupan yang serasa begitu kuat dan menggema, sebab tak ada apapun di sekitar mereka, begitu hening, lengang, bahkan angin pun tak ada.
"Mereka bilang perlu membelah dada untuk menemukan jawaban tentang cinta," jawab Dwi. Salah, sebuah jawaban yang salah. Sangat tidak logis membelah dada seseorang untuk mencari kata-kata cinta di dalamnya.
Namun, justru itu menjadi jawaban paling romantis bagi Ratna. Membuat Ratna menarik tangan Dwi dan menempelkannya ke dadanya.
Entah kenapa kini jantung Ratna serasa baru saja tersengat listrik. Sedangkan Dwi, ia baru saja menyentuh bagian yang ia senangi. Wajah mereka pun kembali beradu dan tangan Dwi masih di situ.
Tarian mereka sedikit lebih kuat kali ini, tak lagi perlahan. Tangan Dwi pun berpiknik liar di dada Ratna. Darah berdesir pada keduanya, menabrak-nabrak dinding-dinding nadi, memompa adrenalin seperti sebuah semburan magma pijar.
"Lakukanlah, Sayang." Sosok bayangan hitam membisik lirih di salah satu telinga Dwi.
Kini wajah Dwi menempel di salah satu telinga Ratna. "Aku mencintaimu," bisik Dwi.
Suara dan napas Dwi pada rongga telinga Ratna berpadu menghantam pertahan diri perempuan belia itu. Tangan Ratna yang sejak tadi tengah berusaha mendorong tangan Dwi yang satunya itu kini tak lagi dapat mencegah bagian tersensitifnya disentuh. Ratna membiarkannya.
"HAHAHAHA..."
Sosok bayangan hitam itu ikut berpesta atas menyatunya Ratna dan Dwi.