Menggantikan izin kemarin, aku dibuat sibuk dengan banyaknya pengunjung hari ini. Ditambah jam kerjaku bertambah full seharian. Bukan tak bersyukur, hanya saja seluruh badan seolah remuk hancur mengingat tak semenit pun aku bisa mengistirahatkan badan.
Sampai sapaan Mak hanya kubalas singkat kemudian pamit beristirahat dengan cepat. Bukan tak sadar, aku tau Mak kesepian. Jika tidak bekerja, sudah pasti aku sibuk dengan urusan kampus. Atau tidak, sebaliknya.
Pernah juga waktu itu, Mak sengaja memasak sedikit banyak, memintaku untuk berusaha pulang siang untuk menyantap semua makanannya. Yang hanya kuangguki dengan mantap, namun sayangnya aku kembali mematahkan harapan Mak. Aku tak pulang, dari kampus langsung meluncur ke tempat kerja. Hingga saat malam aku pulang, di atas meja masih ada satu piring nasi beserta lauk yang mungkin sudah disediakannya sejak siang.
Meski begitu, Mak kurasa juga paham. Semenjak Bapak tak ada, aku yang menjadi tulang punggung keluarga.
Saat mulai memejamkan mata, handphone yang tergeletak di samping bantal bergetar hebat. Dengan cepat, kuraba benda itu lalu menekan asal guna getar tersebut berhenti. Tak lama, ia kembali bergetar. Membuatku tiba-tiba kesal.
"Halo. Siapa, si--"
"Malik."
Dilara. Dari suaranya aku tau ini Dilara. Suaranya terdengar pelan dari biasanya. Membuatku mengernyit heran.
"Hm."