"Namamu?"
Selama sejam di rumah Dilara, tak ada perbincangan berarti di antara aku, Papa dan Mamanya Dilara. Sunyi merajai menemani obrolan yang agak canggung sore itu. Bahkan, Mama Dilara tak berhenti menatapku angkuh dengan dagu terangkat tinggi. Di sebelahnya sang Papa hanya bersandar pada sofa dengan kepala ikut ditidurkan di atasnya.
"Malik," jawabku.
Aku tak tahu, apa yang salah dengan penampilanku hari ini. Sampai membuat Mama Dilara tak henti menatapku dari atas kepala hingga ke ujung kaki. Menatap dengan pandangan seolah ... jijik.
Sementara di sebelahku Dilara tak banyak berkomentar. Duduk lesu dengan pandangan kosong. Sesekali menimpali jawaban untuk Mamanya jika aku kesulitan menjawab.
"Bukannya pacarmu Dimas?"