Berdasarkan kegabutan yang teramat sangat ditambah keadaan kantong-kantong kering dari mereka, akhirnya keempatnya menyetujui saran dari Ruli untuk menghadiri acara reuni jurusan Hubungan Internasional angkatan 2011 di salah satu kafe di Jakarta yang konon berdasarkan kabar yang beredar di grup whatsapp angkatan, kafe tersebut merupakan milik salah satu teman seangkatan mereka.
Mengandalkan Panther tua milik Ginan, mereka langsung meluncur ke arah kafe yang dimaksud.
“Awas aja, ni, acara ngebosin tanggung jawab elo, Rul.” Ginan yang seringkali mengaku-ngaku sebagai seorang ekstrovert nan kritis tentu saja tidak akan segampang itu menghadari sebuah acara publik.
"Namanya juga dicoba bapak.." jawab Ruli dengan nada panjang. "Kali aja ketemu jodoh."
"Dih, si Vina? elo masih ngarepin dia, Ru?" tanya Anggi yang lebih terkesan sebagai sebuah cibiran.
"Elo dulu juga kesengsem berat ama si Firman," jawab Ruli tak terima. "Sayangnya doi cool, pinter terus populer.. mana mau ama cewek bar-bar tukang demo kayak elo."
"Sori, ya, Rul.. gue udah move on.."
Mendengar perdebatan diantara kedua sahabatnya membuat Bayu hanya menggeleng. "Emang kira-kira banyak nggak yang dateng, Rul? kan, elo yang WA.an sama panitia."
"Banyak, pasti banyak, anak-anak pasti pada kangen kumpul," jawab Ruli penuh keyakinan.
"Paling juga dateng buat pamer." Ginan yang fokus nyetir pun masih ikut berkomentar. "Soalnya kalau gue amati pas di grup WA angkatan, semuanya pada aktif share karir masing-masing."
Ruli mencondongkan kepalanya ke depan. "Tapi, kan, kalo ketemu langsung vibesnya akan beda bapak.."
Anggi mengangkat dagu. "Pokoknya kalau nggak seru gue mau ulang."
"Serah elu, dah." Ruli melengos. "Eh, Bay, betewe dulu si Andien naksir banget ama elu, yak?"
"Andien, kan, udah kawin." Anggi bantu jawab.
"Si Nimas?" Ginan bertanya. "Dulu dia nitip salam buat Bayu ke gue."
"Nimas juga udah punya anak kale.." kali ini Ruli menjawab.
"Kenapa semua orang udah pada kawin?" desisi Anggi.
"Ya, iyalah, emang elu.. nggak laku.. " Ruli terbahak-bahak.
Bayu si kulkas yang talkless pun hanya kembali tersenyum-senyum.
Ginan kemudian membelokkan mobilnya ke arah kampus mereka dulu dan berhenti di depan sebuah kafe yang dimaksud.
Semuanya turun dan langsung memasuki arena karena sebenarnya mereka sudah terlambat sekitar 30 menit dari yang telah diagendakan. Masing-masing mereka mengedarkan pandangan. Kafe itu bernuansa modern rustic dengan lampu-lampu dop berwarna oranye persis di rumah-rumah perkampungan desa.
“Eh, kalian apa kabar? Lama banget nggak ketemu gila.. masih kompak aja, ya, kalian, kayak masih jaman kulaih.” seorang teman sekelas bernama Seno menghampiri mereka di dekat pintu masuk. Seno menyalami ke-empatnya seketika dengan wajah bahagia selayaknya ketemu teman TK.
"Hai, No,” sapa Anggi.” Sahut Anggi. “Elo tambah ganteng aja, nih.”
Mendengar Anggi membual membuat ketiga sahabat lelakinya memasang wajah masam. Lain halnya dengan Seno yang tersipu. “Ah, Anggi bisa, gue udah punya istri, loh, Gi, tuh sebelah sana.”
“Kapan nikahnya?” Bayu berbasa-basi. “Kok, nggak ngundang-ngundang.
“Baru seminggu, maaf, ya, kecil-kecilan soalnya." Seno tersenyum malu-malu. "Yuk, duduk, yuk!"
Berhubung mereka sudah terlambat sekitar 30 menit lalu, maka, tempat itu pun sudah agak penuh. Keempatnya juga cukup heran kenapa teman-teman seangkatannya pada antusias menghadari sebuah acara reuni.
“Selamat bergabung buat yang baru datang.” Ucap pembawa acara yang notabene adalah teman sekelas mereka dulu bernama Tomi. “Aku sapa dulu, dong, itu ada Ruli, Anggi, Bayu sama Ginan, ya? Silahkan bergabung kalian.”
Empat yang dimaksud hanya senyam-senyum masam karena telah menjadi pusat perhatian.
“Silahkan dinikmati hidangannya yang mana merupakan sponsor langsung dari bapak owner kafe sekaligus teman angkatan kita sendiri yang sangat kita banggakan siapa lagi kalau bukan… Ardian cin..” Tomi tepuk tangan diiringi para tamu yang setenagh ikhlas.
“Eh, guys, ngomong-ngomong acara reuni kita ini katanya ada sponsor lain juga.” Bisik Ruli.
“Iya kali, nggak peduli gue.” Sahut Ginan.
“Udah, makan aja biar nggak mubazir.” Bayu menyarankan dengan bijaksana.
“Halo.. Hai.. iya, Nin, baik… “ Anggi sibuk berbasa-basi dengan teman-teman lainnya.