Naya melangkah masuk ke sekolah dengan langkah ragu. Di tangannya, dia memegang rapor baru dan surat pengantar sebagai siswa pindahan. SMA Negeri Pelita terkenal dengan prestasinya, namun bagi Naya, tempat ini terasa asing.
Di luar, angin musim gugur berhembus lembut, namun dalam hatinya, ada ketegangan yang sulit dia ungkapkan. Ini bukan hanya tentang pindah sekolah, tapi tentang sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan keanehan yang tak bisa dijelaskan.
Selama bertahun-tahun, dia selalu tahu bahwa dia berbeda. Sejak kecil, Naya bisa melihat hal-hal yang tak bisa dilihat oleh orang lain. Dia bukan sekadar anak yang sensitif; dia anak indigo, seorang yang memiliki kemampuan untuk merasakan dan berkomunikasi dengan dunia lain yang tersembunyi.
"Naya... Semangat!"
Naya menghela napas pelan, berusaha menenangkan dirinya. Hari pertama di sekolah baru adalah tantangan yang berbeda. Di antara anak-anak yang tampaknya biasa saja, dia harus berusaha tampak seperti mereka, bukan seorang anak yang bisa melihat arwah atau berinteraksi dengan kekuatan yang tidak dimengerti orang biasa.
Sesampainya di dalam, suasana terasa lebih tenang. Guru wali kelas mempersilakan Naya untuk memperkenalkan diri, dan dia melakukannya dengan canggung.
"Nama saya Naya," katanya dengan suara rendah, "saya pindahan dari sekolah di luar kota."
Namun, saat dia berbicara, dia merasakan getaran aneh di udara. Seperti ada mata yang mengamatinya dengan tajam, lebih dari sekadar rasa ingin tahu. Itu bukan pertama kalinya, tetapi kali ini terasa berbeda. Naya tahu, bahwa sesuatu yang besar akan terjadi di sini.
Setelah memperkenalkan dirinya di depan kelas, Naya kembali duduk di bangkunya dengan rasa canggung. Matanya melirik ke luar jendela, mencoba menghindari tatapan teman-teman sekelas yang mulai penasaran dengan kehadirannya.
Namun, perhatian Naya segera tertarik kembali ketika wali kelasnya, Pak Arif, membuka mulut.
"Naya," kata Pak Arif dengan senyum ramah. "izinkan saya memperkenalkanmu dengan ketua OSIS kita, Felix. Dia akan membantumu berkeliling dan mengenal lingkungan sekolah. Di sampingnya, ada Desi, wakil ketua OSIS, yang juga akan menemanimu."
Di samping Pak Arif, dua sosok yang sudah dikenalnya dengan sekilas itu tersenyum. Felix, dengan penampilan rapi dan aura kepemimpinan yang kuat, berdiri tegak memandangnya. Di sampingnya, Desi, seorang gadis berambut panjang yang tampak lebih santai, tersenyum hangat ke arahnya.
Felix melangkah maju dengan sikap percaya diri yang hampir bisa dirasakan oleh setiap orang di ruangan itu. "Selamat datang di SMA Negeri Pelita, Naya," ucapnya dengan suara yang tegas, namun tetap ramah. "Kami akan menunjukkan semua yang perlu kamu ketahui tentang sekolah ini. Jangan khawatir, kami akan membuatmu merasa seperti di rumah sendiri."
Desi menyambung di samping Felix, dengan senyum ceria yang tak kalah hangat. "Ya, tenang saja. Kami akan memastikan kamu merasa nyaman di sini," ujarnya dengan nada lembut yang membuat Naya sedikit lebih lega.