Mobil berhenti di depan sebuah rumah minimalis dengan pagar hitam yang kokoh. Rumah itu tampak sederhana namun bersih dan terawat, dengan taman kecil di depannya. Jake turun dari mobil dan membuka pintu untuk Naya.
"Masuklah," katanya singkat, tanpa menunggu jawaban.
Naya ragu sejenak, tapi tubuhnya yang dingin dan basah kuyup membuatnya menyerah pada kebutuhannya untuk menghangatkan diri. Dia mengikuti Jake masuk ke dalam rumah.
Interior rumah itu sederhana tapi nyaman. Dindingnya dicat putih bersih, dengan beberapa lukisan abstrak yang menghiasi ruang tamu. Di sudut ruangan, ada rak buku kecil yang dipenuhi dengan novel dan jurnal. Tidak ada banyak perabotan, tapi semuanya tampak rapi dan fungsional.
"Ikuti aku," ucap Jake sambil berjalan menuju lorong yang mengarah ke kamar mandi. Dia membuka pintu sebuah kamar mandi yang cukup luas dan modern.
"Kamu bisa membersihkan diri di sini. Aku akan cari seragam lain," tambahnya tanpa basa-basi, lalu pergi sebelum Naya sempat menjawab.
Naya berdiri sejenak di depan cermin kamar mandi, menatap bayangannya. Rambutnya basah dan berantakan, wajahnya terlihat pucat. Air kotor yang tumpah di tubuhnya tadi sudah mulai mengering, meninggalkan bau yang tidak sedap. Dia menghela napas panjang.
“Kenapa aku harus mengalami ini?” gumamnya lirih, mencoba menahan rasa marah dan sedih yang bercampur aduk dalam dirinya.
Beberapa menit kemudian, Jake mengetuk pintu kamar mandi. "Aku tinggalkan baju di depan pintu. Pakai saja."
"Terima kasih," jawab Naya pelan.
Dia membuka pintu dan menemukan seragam lain. Meski terlihat kebesaran, setidaknya itu lebih baik daripada harus mengenakan seragamnya yang kotor dan basah.
Setelah membersihkan diri dengan air hangat, Naya mengenakan pakaian yang diberikan Jake dan melipat seragamnya yang kotor.
Saat dia keluar dari kamar mandi, Jake sudah duduk di sofa ruang tamu sambil membaca buku. Dia melirik ke arah Naya sebentar, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke halaman buku di tangannya.
"Minum ini." Jake menunjuk secangkir teh hangat yang sudah diletakkan di meja kecil di depannya.
Naya duduk perlahan di kursi di seberang Jake. Dia mengambil cangkir itu dengan kedua tangannya, merasakan kehangatannya menyentuh kulitnya. Dia menyesap teh itu perlahan, membiarkan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya yang tadi terasa dingin.
"Kamu tinggal di sini sendiri?" tanya Naya akhirnya, mencoba memecah keheningan yang terasa canggung.