Lelaki bertopi lebar membawa senjata api berlaras panjang tiba-tiba muncul di rumahku dan Galal. Sosoknya begitu mengerikan. Matanya nyalang menatap Galal. Tanpa basa-basi, ia langsung mengacungkan moncong senjatanya ke kepala suamiku. Aku melompat dari tempat dudukku tanpa pikir panjang untuk menerjang lelaki asing tersebut. Aku harus melindungi Galal!
BAM!
Suara keras tanpa sempat kuhentikan, meledak dari senjata lelaki misterius tersebut. Hatiku mencelos. Dalam sekejap rasanya aliran darah di tubuhku berhenti. Menoleh dengan cepat ke arah Galal, yang dengan gerakan lambat, tubuhnya terpelanting ke belakang.
“GALAAAAAAAL!” Aku menjerit sekuat tenaga.
“SA!” Lelaki misterius itu kini meraih bahuku dan mengguncangnya.
Dengan tatapan benci aku memalingkan wajah darinya, berusaha melepas diri. “KAMU! MEMBUNUH GALAL!” bentakku keras.
“Galal? KAMU NGOMONG APA!” Ia berkata lebih keras. Kedua matanya yang tadi nyalang kini menatapku dengan penuh kekhawatiran. Apa-apaan dia?
“BANGUN, TAVISHA!” Ia berteriak.
Tunggu. Kenapa dia tahu namaku? Eh... sebentar. Kenapa aku seperti mengenal suaranya?
“TAVI!”
Tunggu. Aku kenal wajahnya.
“Hei! Buka matamu!!” Ia mengguncang bahuku dan dunia sekitarku ikut bergoyang.
Kakak?
Rumah, tubuh Galal, dan perabotan di sekitarku menghilang, ketika dalam kilatan cahaya kelopak mataku mendadak terbuka. Wajah kakak berada di depanku dengan ekspresi sangat khawatir, “Tavi? Udah sadar?”
Jantungku berdebar tak teratur. Aku memandang liar ke sekelilngku. Napasku ngos-ngosan. Tanganku penuh peluh.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Kakakku dengan khawatir. “Suara berdebum apa tadi? Kenapa kamu teriak-teriak? Mimpi buruk lagi?”